Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) secara resmi menghentikan ekspor nikel mulai 31 Desember 2019. Kebijakan ini diambil mempertimbangkan stok nikel dalam negeri yang bisa ditambang tinggal 8 tahun lagi.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, larangan ekspor nikel ini bertujuan agar memiliki nilai tambah dalam negeri. Dengan berhentinya ekspor nikel, maka nilai tambah dalam negeri ditaksir hingga USD 6 miliar.
Advertisement
Baca Juga
"Nilai tambah ini akan dapat lebih besar. Sekarang kan mulai ekspor betul ekspor non material kurang lebih USD 600, tapi nilai tambahnyan bisa sampai USD 6 miliar sampai nanti ujungnya lebih dari angka itu," tegasnya saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Senin (2/9/2019).
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot mengatakan, larangan ekspor nikel yang diberlakukan per 31 Desember 2019 akan diatur dalam Peraturan Menteri ESDM saat ini payung hukum tersebut sudah diundangkan di Kementerian Hukum dan HAM.
"Saat ini sudah ditandatangani Peraturan Menteri ESDM, mengenai penghentian ekspor smelter per Desember 2019 artinya Januari 2020 tidak ada lagi," kata Bambang di Kantor Kementerian ESDM,Jakarta, Senin.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Cadangan Nikel
Menurut Bambang, larangan tersebut mempertimbangkan kondisi cadangan nikel yang siap ditambang hampir mencapai 700 juta ton, sementara berdasarkan catatan kementerian ESDM dengan cadangan tersebut hanya cukup 8 tahun.
"Pertimbangan cadangan nikel saat ini ekspornya besar sekali, memang cadangan terkira 2,8 miliar tapi ini kan harus ada penelitian eksplorasi lebih detail lagi, dengan cadangan tersebut kita berpikir berapa lama kalau seandainya kita terus memberikan izin ekspor," paparnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement