Liputan6.com, Jakarta - Harga emas naik pada perdagangan Senin setelah Amerika Serikat (AS) dan China memberlakukan tarif baru. Namun penguatan dolar AS membatasi gerak logam mulia tersebut.
Mengutip CNBC, Selasa (3/9/2019), AS mulai memberlakukan tarif sebesar 15 persen untuk berbagai barang impor dari China pada hari Minggu kemarin. Barang-barang yang dikenakan antara lain alas kaki, jam tangan pintar, dan televisi layar datar.
Hal tersebut dilakukan setelah sebelumnya China menerapkan kenaikan tarif impor 5 persen pada impor minyak mentah AS.
Advertisement
Baca Juga
Namun, Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa kedua belah pihak masih akan bertemu untuk membicaraan mengenai perang dagang ini pada akhir September.
Harga emas di pasar spot naik 0,2 persen ke level USD 1.522,17 per ounce setelah jatuh ke level terendah dalam satu pekan di angka USD 1.517,11 per ounce pada sesi sebelumnya.
Sedangkan harga emas berjangka naik 0,1 persen ke level USD 1.531 per ounce.
"Secara keseluruhan, tidak ada yang terjadi selain fakta bahwa dolar AS lebih kuat. Harga emas tidak terlalu banyak bergejolak karena perang tarif ini sudah diantisipasi oleh pelaku pasar," jelas analis ABN Amro Georgette Boele.
"Kami sebenarnya berharap harga emas terkoreksi karena di awal logam mulia itu bergerak terlalu cepat," tambah dia.
Perang dagang, meningkatkan kekhawatiran atas penurunan ekonomi global. Bank Sentral di seluruh dunia harapan untuk penurunan suku bunga. Hal tersebut berkontribusi pada kenaikan harga emas lebih dari USD 100 pada bulan Agustus.
Tunggu Pidato Bos The Fed, Harga Emas Diprediksi Keok
Investor logam mulia kini mengalihkan perhatian mereka ke prospek ekonomi AS. Itu disebabkan Bos The Fed Jerome Powell kemungkinan akan memberikan 'petunjuk' terakhirnya sebelum pertemuan bank sentral terkait kebijakan moneter September ini.
Sementara itu, harga emas telah kehilangan momentum kenaikan mingguanya setelah mencapai titik tertinggi pada pekan lalu. Penyebab lainnya ialah meredanya tensi dagang AS-China.Â
BACA JUGA
Kendati begitu, harga emas masih bertahan di atas level support utama yakni USD 1.530 per ounce. Jika ini terus berlanjut, arah emas kedepanya diprediksi akan terus naik. Demikian ungkap Presiden Blue Line Futures, Bill Baruch seperti dilansir Kitco News, Senin (2/9/2019).
"Harga emas masih akan naik jika mampu bertahan di atas level USD 1.530, jika di bawah USD 1.530 maka kemungkinan akan menuju ke level USD 1.500," ujarnya.
Di sisi lain, Kepala Strategi Global di TD Securities, Bart Melek mengungkapkan, dengan situasi global terutama AS-China yang tengah berlangsung, harga emas bisa saja sedikit lebih rendah.
Tetapi, jika data ekonomi memburuk dan stance The Fed cenderung dovish, kemudian didukung dengan volatilitas di pasar ekuitas, maka harga bisa melambung lebih tinggi lagi.
"Kami melihatnya harga emas akan bergerak secara signifikan ke atas. Pada sisi negatifnya, ada di sekitar level USD 1,488 dan positifnya di level USD 1,586," paparnya.
Advertisement