Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur, tepatnya di kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara. Pemindahan itu rencananya mulai dilakukan pada 2024.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, setidaknya pemerintah harus melakukan revisi 5 undang-undang untuk memuluskan rencana pemindahan tersebut. Proses revisi tersebut tentu harus membutuhkan persetujuan DPR.
"Kalau kita lihat di dalam keputusan pindah ibu kota ini, tentu membutuhkan proses politik yang panjang ditandai yang paling penting adalah persoalan payung hukumnya apa. Payung hukum ini cukup kompleks. Ada 5 undang-undang yang harus direvisi," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (3/9/2019).
Advertisement
Baca Juga
Adapun kelima undang-undang tersebut antara lain undang-undang (UU) nomor 29 tahun 2007 tentang pemerintah provinsi ibukota Jakarta sebagai ibu kota NKRI, UU no 24 tahun 2007 penanggulangan bencana, UU nomor 3 tahun 2002 pertahanan negara, UU no 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah, UU nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah.
"Karena ini banyak nantinya, lima ini terkait minimal. Kemudian undang-undang baru yang menyangkut nama daerah yang dipilih sebagai ibu kota, penataan ibu kota negara, penataan pertanahan. Sehingga ini masalah yang kompleks ke depan," jelasnya.
Fadli menilai pemindahan ibu kota tak tepat dilakukan sebab selain harus melakukan revisi undang-undang, Jakarta juga merupakan kota penting yang memiliki banyak memori pemerintahan. Di mana selama ini, Jakarta banyak mencatat perjalanan bangsa Indonesia.
"Jadi kita melihat bahwa memori kolektif sebagai bangsa, banyak ada di Jakarta. Lahirnya pancasila, lahirnya Republik Indonesia, lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tahun 1950 kemudian yang lain lain. Ini menjadi sebuah ikatan," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
CSIS Pesimistis Jokowi Mampu Pindahkan Ibu Kota di Periode Keduanya
Sebelumnya, pengamat politik Centre Strategic International Studies (CSIS) Arya Fernandez pesimistis terhadap rencana pemerintah memindahkan ibu kota negara. Sebab, pengesahan rancangan beleid di tangan parlemen diyakini akan berjalan alot.
"Saya melihat cukup rumit, peta politik di DPR tentu tak mudah bagi pemerintah memuluskan perubahan rancangan undang-undang tersebut, mungkin soal konsekuensi hukum pemindahan itu yang membuat banyaknya perubahan," kata Arya di Kantor CSIS, Jakarta Pusat, Kamis, 29 Agustus 2019.
Arya memperkirakan, pemindahan ibu kota negara akan sulit dilakukan dalam periode kedua Presiden Jokowi.
BACA JUGA
Namun bukan tidak mungkin, pemindahan ibu kota dapat berjalan mulus bila pemerintah mampu berbicara dengan partai-partai di Senanyan soal proyek besar tersebut.
"Jadi paling pertama didekati presiden adalah partai pendukung. Jelaskan sikap presiden dan posisi presiden dan rencana pemindahan ibu kota ini," katanya.
Advertisement
Pindah ke Kaltim
Untuk diketahui, Presiden Jokowi telah mengumumkan pernyataan terkait rencana pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.
Dia menilai hal ini dilakukan karena urgensi beragam faktor, mulai dari sosial, budaya, dan ekonomi yang bebannya dirasa tak lagi mampu dipikul oleh Jakarta dengan tata ruang yang semakin padat.
Rencananya, lokasi ibu kota baru tersebut berada di sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement