Liputan6.com, Jakarta Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo mengungkapkan akan sulit bagi Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi pada angka 6 persen. Ini disebabkan kondisi ekonomi global yang terus-terusan bergejolak.
Padahal, dia meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat jauh lebih baik dari saat ini jika kondisi eksternal kondusif dan tidak memberi banyak tekanan. Padahal, pereknomian Indonesia mengalami banyak peningkatan.
"Pertumbuhan ekonomi kita selalu terkendala. Seandainya memingkat, diikuti juga dengan peningkatan tekanan," kata dia, dalam sebuah acara diskusi di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (4/9/2019).
Advertisement
Baca Juga
Tekanan dari eksternal tersebut berdampak langsung pada kondisi nilai tukar Rupiah. Yang selanjutnya mempengaruhi pada neraca perdagangan eskpor impor. Impor seperti diketahui selalu beriringan naik dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat.
Impor yang meningkat akan menggerus ketersediaan Dolar di dalam negeri. Hal itu otomatis membut nilai tukar Rupiah menjadi anjlok.
"Belum lagi karena tekanan kenaikan harga inflasi. Ada kendala dari sisi pertumbuhan ekonomi untuk bisa meningkatkan potensialnya dari saat ini. Ini mengapa pertumbuhan ekonomi 5,1-5,2 persen (padahal) keinginan kita selalu mencapai 6 persen," ujarnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Stimulus BI
Oleh karena itu, dia mengungkapkan BI selalu berusaha memberikan stimulus-stimulu ekonomi agar pertumbuhan ekonomi dapat meningkat tanpa ada gangguan stabilitas. Salah satunya dengan menurunkan suku bunga acuan atauBI 7-day Reverse Repo Rate.
"Sepanjang stabilitas kita jaga, di tengah tekanan eksternal global yang terus berlangsung. Kita meliha room penurunan suku bunga terbuka, kita sudah turunkan 2 kali sebesar 50 bps jadi 5,5 persen 2 bulan terakhir. Harapanya ini disambut oleh pelaku ekonomi untu kembali meningkatkan kegiatan usahanya," tutupnya.
Advertisement
Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2019 Hanya 5,08 Persen
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2019 akan berada level 5,08 persen. Angka tersebut jauh di bawah target APBN sebesar 5,3 persen yang dikoreksi kembali pada JuliÂ
"Total 2019 dibulatkan satu digit 5,1 persen atau 5,08 persen itu adalah forecasting berarti outlook 5,2 persen masih kami taruh di sana tapi internal kita lihat di 5,08 persen," kata dia, di ruang rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Dia menjelaskan, hal tersebut karena faktor-faktor pendorong ekonomi pada semester II/2019 diperkirakan akan melambat jauh dibanding realisasi yang terjadi pada semester I/2019. Dari sisi konsumsi, pada semester II/2019 diperkirakan hanya berada dikisaran bawah lima persen yakni 4,97 persen.
Angka tersebut lebih rendah dari kinerja konsumsi masyarakat pada semester I/2019 yang mencapai kisaran 5,3 persen.
"Kami harap masih ada akselerasi dari belanja pemerintah untuk belanja modal di beberapa kementerian lambat bahkan baru 34 persen. Belanja barang dan pegawai mungkin enggak masalah, bansos bahkan sudah cujup besar di awal," ungkap Sri Mulyani.
Dari sisi investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) diharapkannya masih bisa menopang pertumbuhan karena diperkirakan mencapai 5,2 persen. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari perkiraan realisasi investasi pada semester I/2019 yang sebesar 5,02 persen.
Sementara realisasi ekspor, tambah Sri Mulyani, masih akan masuk dalam zona negatif sebagaimana realisasi ekspor pada semester I/2019 yang turun agak dalam, yakni mencapai negatif 20,54 persen.
Hal tersebut disebabkan karena masih belum kondusifnya kondisi perdagangan global akibat semakin intensnya perang perdagangan antara Amerika Serikat dengan China.