Sukses

Dirut Krakatau Steel Ungkap Cara Asing Jajah Industri Baja RI

Krakatau Steel tengah melakukan restrukturisasai demi menangani kerugian perusahaan yang dialami

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama Krakatau Steel Tbk, Silmy Karim, menyuarakan berbagai masalah soal industri baja Indonesia serta investasi asing. Silmy berkata ruang berkembang industri baja di Indonesia sangat besar mengingat masih rendahnya konsumsi baja per kapita yakni 52 kg per tahun.

Namun, kondisi KS kini sedang restrukturisasi akibat besarnya utang dan kondisi keuangan juga merugi Rp 1,9 triliun di semester I 2019. Silmy pun mengingatkan bahwa kejatuhan KS bisa dieksploitasi oleh asing.

"Kita juga jangan underestimate asing. Asing itu hajar dulu industrinya, ketika industri mati, seperti baja mulai agak sempoyongan karena utilisasinya rendah, akhirnya dia masuk dengan investasi, di karpet merah pula. Ya habis itu," ujar Silmy di seminar nasional peningkatan interlinkage antar sektor bersama Bank Indonesia dan Kementerian Perindustrian pada Rabu (4/9/2019).

Silmy juga mengingatkan bahaya investasi teknologi rendah yang justru merusak lingkungan, sebab negara lain seperti China justru sedang menekan emisi. Tetapi, Silmy tak sepenuhnya anti-investasi asing dan berkata akan menandatangani investasi dengan Posco usai restrukturisasi.

Penandatangan itu dilakukan pada November mendatang. KS berencana menandatangani investasi 10 juta ton dengan Posco di Cilegon bersamaan dengan kunjungan Presiden Joko Widodo ke Korea Selatan.

Lebih lanjut, Silmy berkata Krakatau Steel tidak membutuhkan proteksi yang berlebihan, tetapi hanya fair play melawan baja impor. Pasalnya, Silmy menyebut ada importir yang mengakali sistem HS Code sehingga terbebas dari biaya masuk.

"Saat ini importir ngakalin HS code sehingga mereka terbebas dari biaya masuk yang akhirnya bisa kelihatan sendiri bahwa impor alloy steel itu meningkat," ujar Silmy.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Dirut Krakatau Steel Beri Bukti Impor Baja Indonesia Masih Tinggi

Kinerja PT Krakatau Steel (Persero) Tbk pada Semester I 2019 masih terpuruk. Tercatat pendapatan Perseroan turun sebesar 17,82 persen menjadi USD702,05juta dibanding periode yang sama tahun lalu.

Selain itu, kondisi yang menantang ini juga menggerus laba kotor Perseroan sebesar 76,11 persen atau menjadi USD 23,98 juta YoY.

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan, tantangan yang sangat nyata dihadapi adalah adanya impor baja yang masih tinggi menghantam industri baja nasional.

“Impor baja masih dominan dan menekan industri baja dalam negeri. Tingkat utilisasi produksi HRC saat ini masih di bawah 50 persen, karena porsi impor masih cukup dominan dalam pemenuhan baja domestik," ujar Silmy Karim dalam keterangannya, Sabtu (3/8/2019).

Dihimpun dari data The South East Asia Iron and Steel Institute (SEAISI) pada tahun 2018, jumlah importasi baja di Indonesia mencapai 7,6 juta ton. Bahkan komoditas besi dan baja tercatat sebagai komoditi impor terbesar ke-3, yaitu sebesar 6,45 persen dari total importasi dengan nilai 10,25 Milyar USD (Badan Pusat Statistik, 2018).

“Data dari Badan Pusat Statistik, pada Januari - Maret 2019, jumlah impor besi dan baja meningkat 14,75 persen secara year on year menjadi 2,76 Milyar USD. Kenaikan impor produk tersebut menjadi yang terbesar keempat," imbuh orang nomor satu di Krakatau Steel tersebut.

3 dari 3 halaman

Restrukturisasi

Untuk mengatasi hal ini, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk terus menjalankan program restrukturisasi agar kinerja Krakatau Steel dapat kembali optimal dan membukukan keuntungan. Restrukturisasi perusahaan yang dijalankan meliputi restrukturisasi hutang dan transformasi bisnis.

Restrukturisasi ini bertujuan agar Krakatau Steel lebih efisien dan kompetitif di tengah persaingan industri baja global. Hal ini juga merupakan bentuk komitmen Perseroan kepada pemegang saham dan pihak stakeholder lainnya.

Langkah-langkah yang dilakukan adalah optimalisasi aset-aset non core agar lebih berdaya guna, mencari mitra bisnis strategis, spin off atau pelepasan unit kerja yang semula bersifat cost center dan hanya melayani induk perusahaan (KS), menjadi bagian dari pengembangan bisnis anak perusahaansehingga bersifat profit center, dan perampingan organisasi.

"Langkah operasi lain yang tengah dilakukan adalah memperbaiki pola penjualan produk sehingga diharapkan akan menaikan volume penjualan serta memperbaiki pola konsumsi energi dan peningkatan yield produksi di pabrik Hot Strip Mill untuk menekan biaya produksi," pungkas Silmy.