Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat 68,0 poin atau 0,48 persen ke level 14,160 per dolar Amerika Serikat (AS).
Direktur Utama PT Garuda Berjangka, Ibrahim mengatakan, penguatan rupiah hari ini disebabkan aktivitas bisnis China yang masih mampu membukukan ekspansi di tengah eskalasi perang dagang dengan AS.
Hal ini, kata Ibrahim, memberi harapan pada pelaku pasar bahwa perekonomian China dan pasokan global masih memiliki peluang untuk tumbuh.
Advertisement
Baca Juga
"Ini tercermin dari Purchasing Manager's Index (PMI) bulan Agustus versi Caixin menunjukkan adanya lonjakan aktivitas pada sektor Jasa Negeri Tiongkok yang merupakan level tertinggi dalam 3 bulan terakhir," tuturnya di Jakarta, Rabu (4/9/2019).
"Hasil PMI sektor jasa China bulan Agustus tercatat sebesar 52,1 poin, lebih tinggi dari capaian Juli yang sebesar 51,6 poin," lanjut dia.
Selain itu, menurutnya, rilis data PMI manufaktur Amerika Serikat (AS) pada bulan agustus lalu mencatatkan perlambatan untuk kali pertama sejak Januari 2016.
"Angka PMI manufaktur tercatat hanya sebesar 49,1 poin, lebih rendah dari konsensus pasar yang memproyeksi di level 51,1 poin. Kontraksi tersebut disebabkan penurunan signifikan pada indeks pesanan baru dan indeks ketenagakerjaan," ujarnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ekonomi Stabil
Sementara dari dalam negeri, penggerak rupiah hari ini karena Bank Indonesia tetap waspada ditengah ketidakpastian global, padahal ekonomi dalam negeri masih cukup stabil dibandingkan dengan ekonomi negara maju lainnya.
"BI terus melakukan intervensi baik secara masif maupun intervensi secara langsung di pasar Valas dan Obligasi/ Saham Hipotik di perdagangan DNDF apabila di perlukan," terangnya.
Dengan begitu, Ibrahim memprediksi rupiah untuk besok masih akan menguat ke level 1.145 per dolar AS hingga 14.200 per dolar AS.
"Besok rupiah kemungkinan masih akan menguat karena fundamental eksternal masih mendukung, range 14.145-14.200," tegas dia.
Advertisement