Sukses

Pemerintah Diminta Buat Aturan Jelas soal Rokok Elektrik

Produk tembakau alternatif yang bentuknya rokok elektrik tidak didesain untuk anak di bawah umur.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) dan Pengamat Hukum, Ariyo Bimmo meminta pemerintah segera membuat regulasi yang jelas tentang penggunaan produk tembakau alternatif atau rokok elektrik seperti vape.

Ini dilakukan agar mengendalikan konsumsi tembakau tidak disalahgunakan oleh pengguna yang tak seharusnya.

"Karena sampai saat ini tidak ada regulasi yang mengatur. Karena itu tidak ada standar. Misalnya kandungannya apa saja gak ada, termasuk distribusinya siapa yang boleh beli itu tidak ada itu yang mungkin kita harus sampaikan sama-sama kepada pemerintah," kata dia saat ditemui di pameran Vape Fair 2019, di Jakarta, Minggu (8/9).

Dia menjelaskan tembakau alternatif yang bentuknya rokok elektrik tidak didesain untuk anak di bawah umur dan tidak diperuntukan kepada non prokok. Sebab, adanya industri rokok elektrik ini sebagai alternatif bagi para perokok konvensional.

Oleh karenanya, dia mendesak agar pemerintah membuat suatu regulasi yang mengatur detail tentang penggunaan daripada produk rokok elektrik tersebut. Adanya aturan tersebut diharapkan agar lenih menjadi tepat sasaran.

"Jelas kami berharap pemerintah kembalikan tembakau alternatif ke dalam fungsinya. Keluarkan regualsi secara jelas berikan batasan dan kerangka, 18 tahun ke atas oke. Tapi bagaimana bisa cegah 18 tahun ke bawah itu selengkap itu jagan sampai bikin regulasi tapi tidak jelas," kata dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Pengenaan Cukai Dorong Pertumbuhan Industri Rokok Elektrik

Setahun pasca dikeluarkannya kebijakan penetapan tarif cukai pada produk tembakau alternatif yaitu rokok elektrik, Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) memberikan apresiasi atas dukungan yang berkelanjutan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Ketua APVI, Aryo Andrianto, mengatakan DJBC telah menjalankan kebijakan dengan sangat baik sehingga berdampak positif pada pertumbuhan bisnis industri Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL).

Aryo juga menyatakan DJBC hingga saat ini konsisten memberantas peredaran rokok elektrikyang ilegal, terutama rokok elektrik. Konsistensi tersebut menciptakan iklim bisnis yang kondusif sehingga mendorong perkembangan industri.

“Kami optimis DJBC akan terus mempertahankan kinerja positif ini. Kami, pelaku usaha yang legal, siap mendukung DJBC demi mendorong pertumbuhan industri HPTL dan perekonomian negara,” ujar dia di Jakarta, Sabtu (13/7/2019).

Pada Juli 2018, penerapan cukai HPTL efektif berlaku mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Dalam beleid tersebut, produk HPTL dikenakan tarif cukai sebesar 57 persen.

Dia menjelaskan, pada 2018, industri rokok elektrik mampu menyumbang cukai Rp 105,6 miliar. Untuk tahun ini, DJBC menargetkan penerimaan Rp 2 triliun.

3 dari 3 halaman

Penurunan Tarif Cukai

Meskipun demikian, Aryo berharap pemerintah menurunkan tarif cukai HPTL karena tarif cukai saat ini dinilai terlalu tinggi. Hal ini dikhawatirkan bakal mengancam kelangsungan industri.

“Di kategori rokok saja, merek rokok baru dari perusahaan baru bisa dikenakan tarif yang lebih rendah. Karena itu, kami mohon pada pemerintah untuk memikirkan kembali besaran tarif cukai HPTL bagi industri baru ini, yang hampir 90 persen pelaku usahanya berasal dari UMKM,” kata Aryo.

Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga dinilai perlu mengubah sistem tarif cukai HPTL menjadi sistem nominal. Sistem tersebut akan memberikan kemudahan dari sisi administrasi, baik untuk pemerintah maupun pelaku usaha. Dengan sistem tarif cukai prosentase yang diterapkan saat ini, pemerintah akan kesulitan dalam pengawasan dan penghitungan cukai produk HPTL.

“Sistem nominal diberlakukan untuk menghindari adanya kecurangan atau penghindaran cukai. Melalui sistem cukai nominal, produk HPTL ilegal atau yang tidak membayar cukai juga bisa ditekan. Sebaiknya, perubahan sistem cukai justru diikuti dengan penurunan beban cukai agar industri baru ini mendapat kesempatan untuk bertumbuh,” tandas dia.