Liputan6.com, Jakarta - PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) memastikan, PT Kertas Leces mengalami pailit atau bangkrut. Hal tersebut sesuai dengan putusan pengadilan, yang menyebut perseroan penghasil kertas ini tidak bisa menjalankan operasional dengan sehat.
" PT Kertas Leces (Persero) dinyatakan pailit sejak tanggal 25 Sempeteber 2018 sesuai dengan putusan No.43 PK/Pailit/Pdt.Sus-Pailit/2019 No 01/Pdt.Sus," ujar Corporate Secretary PPA Edi Winanto di Jakarta, Senin (9/9).
Advertisement
Baca Juga
Usai dinyatakan pailit, Kertas Leces diwajibkan membayar kewajiban kepada negara dalam hal ini untuk PT PPA sebesar Rp 9 miliar. Namun seiring berjalannya waktu, Kertas Leces hanya menyetorkan Rp 1,2 miliar dari penjualan aset.
"Hakim pengadilan niaga bermasalah yang keliru menerapkan undang-undang kapan pemegang hak tanggungan, memulai pelakasanaan haknya dan lelangnya," jelasnya.
Edi menambahkan untuk membayar utang, Kertas Leces telah menjual aset sebesar Rp 11 miliar di kawasan Radio Dalam. PPA selaku pelawan mengajukan perlawanan dan keberatan atas pembagian hasil lelang di mana PPA hanya mendapat Rp 1,2 miliar.
"Tanggungan yang sebesar Rp9,5 miliar sampai sekian lama kurator menerbitkan daftar pembagian kuata di mana PPA hanya memperoleh pembagian Rp 1,2 miliar, PPA mengajukan keberatan alasan keberatan PPA seharusnya memiliki hak Rp 9,5 miliar," jelasnya
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
PPA Benahi Bisnis 11 BUMN
PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau disebut PPA yang memiliki tugas restrukturisasi dan revitalisasi badan usaha milik negara (BUMN) menyebutkan ada 11 perusahaan yang berada dalam pembinaannya.
Pembinaan ini sebelumnya mengalami kerugian sehingga harus dilakukan restruktukturisasi. Direktur Utama PTÂ PPAÂ Henry Sihotang mengatakan dari 11 BUMN tersebut meski masih dalam pembinaan, tapi bukan berarti semuanya rugi.
"Sekarang kami masih melakukan pembinaan dan pembenahan 11 BUMN. Dari waktu ke waktu ada yang menimbulkan hasil, namun ada juga empat perusahaan yang sampai saat ini masih berat penanganannya," kata dia kepada wartawan, Sabtu (26/5/2018).
Adapun 11 perusahaan itu adalah PT PAL (Persero), PT Dirgantara Indonesia (Persero), PT Nindya Karya (Persero), PT Boma Bisma Indra (Persero), PT Industri Kapal Indonesia (Persero), PT Survai Udara Penas (Persero), PT Industri Sandang Nusantara (Persero), PT Iglas (Persero), PT Kertas Leces (Persero), PT Kertas Kraft Aceh (Persero), dan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero).
Dari 11 perusahaan itu, empat perusahaan yang paling berat penanganannya adalah PT Iglas (Persero), PT Kertas Leces (Persero), PT Kertas Kraft Aceh (Persero) dan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero). Hal itu karena beban utang lebih besar dari aset yang dimiliki perusahaan.Â
Sementara tujuh perusahaan lainnya saat ini menunjukkan rencana bisnis dan kemajuan kinerja yang terus membaik. Sebut saja PT PAL (Persero) yang kini mempunyai banyak proyek, PT Nindya Karya (Persero) yang kini mulai untung dan juga perusahaan lainnya.
"Meski empat BUMN ini berat, kami optimistis bisa menyelesaikannya," tegas Henry.Â
Saat ini, PPA tengah menawarkan kepada investor empat BUMN tersebut. Alhasil ada beberapa investor yang menyatakan minat untuk kembali mengembangkan bisnisnya, seperti untuk Merpati Nusantara Airlines.Â
Advertisement
Ada Investor Ingin Beli Merpati Airlines
Sebelumnya, apa kabar nasib PT Merpati Nusantara Airlines (Persero)? Saat ini maskapai pelat merah ini tengah berada di fase antara hidup dan mati. Utang yang kini mencapai Rp 10,7 triiun menjadi misi Merpati untuk kembali terbang cukup sulit.
Namun hingga hari ini, ada sedikit harapan bagi Merpati. Setidaknya ada beberapa investor yang berminat membeli Merpati. Hal ini dari hasil penawaran yang diumumkan melalui koran-koran pada 17 April 2018.
"Dari hasil pengumuman itu ada beberapa investor yang menyatakan minatnya. Namun dilihat dari hal itu, paling potensial ada satu investor, ini investor dalam negeri tapi aliansinya luar negeri," kata Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) Henry Sihotang kepada wartawan, Sabtu 26 Mei 2018.
Investor tersebut diberikan waktu hingga 4 Juni untuk menyampaikan proposal rencana pengembangan Merpati ke depannya. Dari yang terpilih akan dibawa dalam proses persidangan PKPU yang tengah dialami Merpati. Sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) akan dilakukan pada 20 Juli 2018.
Jika dalam sidang PKPU tersebut, Merpati dinyatakan layak untuk bangkit lagi. Hal itu menjadi titik awal perseroan untuk bisa kembali mengudara.
Henry menjelaskan, saat ini Merpati Nusantara Airlines masih memiliki tunggakan pembayaran pesangon karyawannya sebesar Rp 365 miliar dari total tunggakannya Rp 461 miliar. "Karena sebagian kita sudah bayarkan, sementara sisanya akan kita masukkan dalam proposal penawaran dengan investor," kata dia.
Namun sebaliknya, jika hingga masa persidangan sejumlah investor tersebut mengundurkan diri atau proposal penawarannya ditolak, Merpati akan benar-benar dihapus dari daftar BUMN. (Yas)