Liputan6.com, Jakarta - Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A.Chaves menyambangi kantor Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak membahas ekonomi global hingga limbah plastik.
Rodrigo tiba di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Senin (9/9/2019) sekitar Pukul 16.00 sampai 17.30 WIB.
Rodrigo mengatakan, pertemuannya dengan Luhut untuk menindaklanjuti sejumlah masalah yang menjadi sorotan bersama, seperti limbah plastik dan ekonomi global. Dia pun menyebut pertemuan tersebut merupakan pertemuan rutin dengan perwakilan pemerintah Indonesia.
Advertisement
"Jadi dari waktu ke waktu kita bersama-sama melihat masalah kepentingan bersama seperti plastik, ekonomi global dan sebagainya," kata Rodrigo, di Kantor Kementerian, Senin (9/9/2019).
Terkait dengan 33 perusahaan China yang memutuskan keluar dari negaranya, Rodrigo mengungkapkan, meski perusahaan tersebut keluar dari China tidak ada yang menanamkan modal di Indonesia.
"Mereka pergi ke negara lain. 23 ke Vietnam, yang lain ke Thailand, Meksiko, tetapi tidak ke Indonesia. dan tentu saja presiden ingin melihat banyak investasi di negara ini yang akan menciptakan lapangan kerja yang baik bagi orang Indonesia," tambahnya.
Menurut Rodrigo, Indonesia tidak dilirik perusahaan tersebut karena tidak masuk dalam rantai pasok global, padahal hal tersebut akan meningkatkan nilai tambah yang dapat membuka lapangan kerja baru dan memberikan upah yang layak.
"Saya pikir bahwa tidak menjadi anggota rantai global berarti lebih sedikit investasi, lebih sedikit nilai tambah, dan seperti yang anda tau orang dibayar, pekerja di Indonesia, dibayar untuk nilai yang mereka tambahkan ke produksi. Jadi, ini sangat penting untuk menambah nilai, sehingga pekerjaan itu diupah dengan baik, ada lebih banyak pekerjaan," paparnya.
Rodrigo pun tidak menjawab secara rinci rekomendasi yang akan diberikan ke Pemerintah Indonesia untuk mengatasi kondisi tersebut. Dia menduga Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan meminta menterinya mencari solusi.
"Saya pikir presiden meminta menteri untuk datang dengan saran mereka sendiri, dan tentu saja pembicaraan itu akan terjadi. itulah yang terjadi," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bertemu Jokowi, Bank Dunia Beri Solusi Atasi Masalah Ekonomi RI
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Rodrigo Chaves menemui Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Negara, Jakarta. Rodrigo menyampaikan solusi untuk pemerintah Indonesia menyelesaikan masalah ekonomi.
"Cara paling ampuh untuk mendorong ekonomi adalah dengan memperbaiki current account defisit dengan penanaman modal asing (FDI). Cara itu paling baik untuk menambah modal juga memperbaiki aliran portofolio," kata Rodrigo usai menemui Jokowi, Senin (2/8).
Menurutnya, strategi yang harus dijalankan pemerintah adalah perlu memberikan kredibilitas yang dibutuhkan dalam FDI. Aturan mainnya harus jelas, stabil dan memenuhi aspek kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.
Dia melanjutkan, sesungguhnya Indonesia punya fundamental kuat. Terutama dalam hal manajemen makro.
"Reformasi struktural terutamanya pada SDM, infrastruktur, investasi, FDI, pemungutan pajak, bakal memberikan kontribusi yang tinggi dalam hal mempertahankan kondisi keuangan," tuturnya.
Rodrigo menyebut, fokus pemerintah soal SDM, infrastruktur, pengumpulan pemasukan melalui pajak, dan FDI adalah program yang sangat jelas. Dia berharap pemerintah benar-benar mengimplementasikannya demi masa depan negara.
Lebih lanjut, dia menilai soal pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mampu 5,08 pada tahun ini adalah angka tepat. Rodrigo tak bisa memprediksi berapa persen angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan.
"Tantangan tahun depan bakal tetap bergantung pada ekonomi global, komoditas ekspor impornya," tandasnya.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Bank Dunia Ramal Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,2 Persen di 2020
Bank Dunia memprediksi ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,1 persen pada 2019, kemudian naik menjadi 5,2 persen pada tahun 2020. Proyeksi ini didukung oleh konsumsi masyarakat, yang diperkirakan akan terus meningkat karena inflasi tetap rendah dan pasar tenaga kerja yang kuat.
Selain itu, posisi fiskal yang lebih kuat akan memungkinkan bertambahnya investasi pemerintah termasuk proyek infrastruktur baru dan upaya rekonstruksi di Lombok dan Palu pasca bencana alam.
Kebijakan makroekonomi yang terkoordinasi dan hati-hati telah membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil di tengah gejolak global serta serangkaian bencana alam yang luar biasa, menurut laporan kuartalan perekonomian Indonesia edisi Juni 2019 yang dikeluarkan Bank Dunia.
Pada kuartal pertama 2019 pertumbuhan PDB riil Indonesia tetap stabil di tingkat 5,1 persen. Meski terjadi gejolak global, ekonomi Indonesia tumbuh pada tingkat yang konsisten dengan pertumbuhan PDB triwulanan antara 4,9 hingga 5,3 persen selama 3,5 tahun terakhir.
"Manajemen ekonomi Indonesia yang bijaksana telah membuahkan hasil. Meski pada tahun 2018 arus keluar modal dari pasar negara-negara berkembang lebih besar dari pada saat Amerika Serikat meningkatkan tingkat suku bunga pada tahun 2013, ekonomi Indonesia tetap kuat sehingga membantu menurunkan tingkat kemiskinan ke rekor terendah sebesar 9,7 persen pada September 2018," kata Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Rodrigo A. Chaves, di Jakarta, Senin (1/7/2019).
Selama kuartal pertama 2019 terjadi peralihan pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan investasi melambat dari tingkat tertinggi selama beberapa tahun, sementara konsumsi masyarakat dan pemerintah meningkat.
Defisit transaksi berjalan mengecil pada awal 2019 karena impor menyusut lebih cepat dari ekspor akibat pertumbuhan investasi yang melambat.
Kondisi makro keuangan Indonesia telah membaik sejak November 2018. Aliran modal masuk kembali pulih pasca gejolak keuangan global pada pertengahan 2018 ketika aliran modal keluar dari negara-negara berkembang lebih besar dari pada saat tingkat suku bunga di Amerika Serikat meningkat di tahun 2013.
Dengan nilai tukar mata uang yang relatif stabil, harga minyak yang rendah, dan harga energi domestik yang stabil, inflasi turun menjadi rata-rata 2,6 persen pada kuartal pertama 2019, tingkat terendah sejak kuartal keempat 2009.