Sukses

Ekonom: Indonesia Masih Aman dari Ancaman Resesi

Resesi ekonomi merupakan kondisi penurunan signifikan aktivitas ekonomi secara umum pada suatu negara.

Liputan6.com, Jakarta - Perlambatan ekonomi dunia dinilai memicu resesi global di sejumlah negara-negara maju. Resesi ekonomi merupakan kondisi penurunan signifikan aktivitas ekonomi secara umum pada suatu negara.

Menurut presentasi Bank Dunia bertajuk Global Economic Risks and Implications for Indonesia, RI tengah berada pada ancaman capital outlow (arus modal keluar) yang besar. Hal ini membawa Indonesia turut terkena ancaman dari resesi ekonomi global.

Ekonom Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, ekonomi global belum mengalami resesi, sebab ekonomi global masih tumbuh positif meski tengah mengalami perlambatan.

"Pertumbuhannya melambat tetapi masih positif atau tetap tumbuh. tidak terjadi pertumbuhan yg negatif," tuturnya kepada Liputan6.com, Rabu (11/9/2019).

Piter menjelaskan, justru perlambatan ekonomi global yang sebaiknya Pemerintah harus antisipasi. Ini mencegah fenomena resesi ekonomi benar-benar menimpa ke Indonesia.

"Jangan sampai terus memburuk hingga benar-benar terjadi resesi. Apalagi ada negara yang sudah dinyatakan secara resmi mengalami resesi," ujarnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Konsumsi Rumah Tangga jadi Penopang

Sementara itu, Piter menegaskan, Indonesia masih tergolong aman dari potensi resesi. Menurutnya, konsumsi rumah tangga masih menopang kuat pertumbuhan ekonomi.

"Indonesia saya kira relatif aman dari ancaman resesi. Pertumbuhan ekonomi kita yang bisa terjaga di kisaran 5 persen ditopang oleh pasar domestik yang cukup kuat," paparnya.

"Tantangan bagi kita sesungguhnya bukan menghindari resesi tetapi bagaimana memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Jauh lebih tinggi dari 5 persen," lanjut dia.

Oleh karena itu, Pemerintah menurutnya masih perlu meningkatkan koordinasi khususnya pemerintah dan Bank Indonesia. Ini untuk menstimulus perekonomian dengan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih longgar serta didukung oleh kebijakan sektor riil yang lebih kondusif.

"Dari sisi Pemerintah dibutuhkan kebijakan belanja yang lebih ekspansif diikuti dengan pelonggaran pajak. Dari sisi BI, diperlukan kebijakan moneter yang lebih longgar atau bahkan lebih ekspansif. Di kebijakan sektor riil, diperlukan berbagai perbaikan regulasi yang benar-benar kondusif bagi investasi," tegasnya.