Sukses

Pemindahan Ibu Kota Bisa Timbulkan Ketimpangan Pendapatan

Apabila ibu kota dipindahkan, maka akan menimbulkan ketimpangan pendapatan antara ASN dengan masyarakat sekitar ibu kota baru.

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, mengingatkan pemerintah bahwa pemindahan ibu kota akan potensi timbulnya ketimpangan baru. Khususnya terkait pendapatan antara pegawai negeri sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN) di ibu kota baru dengan masyarakat sekitar.

"Kajian indef, pemerataan jadi karena sebenarnya ada gap pendapatan," kata dia, di Jakarta, Rabu (11/9/2019).

Dia menjelaskan, jika menilik gaji ASN, maka akan terlihat adanya perbedaan dengan penghasilan masyarakat di sekitar ibu kota baru.

"Pertama kita jelaskan PNS adalah sebagian besar adalah kelas menengah atas dan rata-rata upah minimumnya kan di atas UMR apalagi dari UMR Jakarta mereka pasti sebagian besar sudah di atas," urai Bhima.

"Sementara kita lihat penduduk asli yang tinggal di ibu kota baru itu penduduk lokal di Kalimantan itu sebagian besar kerja di komoditas di sawit, tambang batu bara, yang sekarang kondisinya ada harga komoditas rendah sehingga menekan pendapatan mereka," imbuhnya.

Dia mengatakan, apabila ibu kota dipindahkan, maka akan menimbulkan ketimpangan pendapatan antara ASN dengan masyarakat sekitar ibu kota baru. "Itu bisa menimbulkan ketimpangan nanti rasio gini bisa meningkat, bahkan selama pembangunan ibu kota itu akan meningkat juga rasio gini," ungkapnya.

Yang perlu dikhawatirkan, lanjut Bhima, terkait implikasi lebih jauh dari ketimpangan pendapatan tersebut. Salah satu dampak yang bisa muncul yakni masalah sosial seperti kriminalitas.

"Nah rasio yang meningkat ini otomatis apa sih yang dikhawatirkan itu dari ketimpangan baru kan kriminalitas, nah jadi masalah kita mau menghindari masalah pemerataan itu kurang merata padahal faktanya tingkat kemiskinan di Jakarta relatif rendah," ujar dia.

"Kalau kita lihat ibu kota baru nanti justru nanti masalahnya bisa jadi lebih pelik dibandingkan dengan kondisi Jakarta seperti sekarang gitu. Karena ini juga gula-gula baru semutnya berdatangan," tegas dia.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Bappenas Beberkan Dampak Ekonomi Pemindahan Ibu Kota RI

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)/PPN mengadakan pertemuan yang menghadirkan pakar tata ruang kota dari seluruh dunia di acara bertajuk 55th ISOCARP World Planning Congress 2019 - Relocating the National Capital di Jakarta.

Diskusi tentang rencana pemindahan ibu kota ini membahas beberapa poin, salah satunya dampak ekonomi yang akan terasa jika ibu kota RI pindah ke Kalimantan Timur.

"Lebih dari 50 persen wilayah di Indonesia akan mengalami peningkatan perdagangan jika ibu kota RI pindah," ujar Deputi Pengembangan Regional Bappenas Rudy Prawiradinata dalam paparannya di Jakarta, Selasa (10/09/2019). 

Selain itu, Rudy menjelaskan jika ekonomi Indonesia akan tumbuh 0,1 hingga 0,2 persen. Saat ini, karena pembangunan dinilai masih Jawa-sentris, pertumbuhan ekonomi tertinggi masih berpusat di pulau Jawa.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 menyebutkan sekitar 54,48 persen aktivitas ekonomi Indonesia berpusat di Pulau Jawa.

Sebesar 21,58 persen di Sumatera, 8,20 persen di Kalimantan, 3,05 persen di Bali dan Nusa Tenggara, 6,22 persen di Sulawesi serta 2,47 persen di Maluku dan Papua.

Untuk itu, jika ibu kota dipindahkan ke lokasi yang lebih ideal, maka pembangunan Indonesia akan lebih merata.