Sukses

Sukses di Jerman, BJ Habibie Pilih Pulang ke Indonesia

Pengamat penerbangan bercerita karier cemerlang BJ Habibie di Jerman sebelum memilih pulang ke Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Republik Indonesia ke-3 BJ Habibie menghembuskan napas terakhirnya pada usia 83 tahun. Ia berjasa besar dalam membangun fondasi industri penerbangan modern di Indonesia hingga saat ini.

Pengamat menyebut BJ Habibie adalah sosok yang berani melontarkan ide baru. Dulu, Indonesia masih berbasis pada pertanian dan didorong oleh Habibie agar mengembangkan industri penerbangan. Bahkan, Habibie rela meninggalkan karier cemerlang di Jerman demi hal tersebut.

"Beliau membangun fondasi industri penerbangan secara modern tahun pada 1975-1976. Itu fondasi untuk sampai sekarang, bahkan beliau itu sampai mau meninggalkan kantor beliau di Jerman. Beliau kan sebagai insinyur penerbangan yang bekerja di MBB atau Messerschmitt-Bölkow-Blohm," ujar pengamat penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC), Arista Atmadjati, ketika berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (11/9/2019).

Di Jerman, BJ Habibie juga sudah punya nama julukan berkat spesialisasinya, yakni Mr. Crack. Julukan itu didapat karena Habibie jago mendeteksi keretakan pada pesawat.

Arista menyebut Habibie sebagai sosok yang punya passion besar pada dunia teknologi. "Dalam pemikiran beliau selalu hanya untuk ilmu, ilmu, ilmu, terutama penerbangan," kenang Arista.

Sumbangsih Habibie di dunia penerbangan pun kini dilanjutkan oleh putranya, Ilham. Bila dulu Habibie membangun turbo propeller, kini putranya membangun R80 yang merupakan jet.

Hal lain yang Arista kagumi dari BJ Habibie adalah ide-idenya yang out-of-the-box. Ketika Habibie ingin memajukan dunia penerbangan Indonesia, negara-negara tetangga pun belum berani melakukan hal serupa.

"Beliau pernah mencanangkan untuk melompat dari industri pertanian ke industri penerbangan. Itu enggak mudah pada era tahun 93-95 itu mau lompat dari pertanian ke industri. Itu enggak mudah, tapi itulah yang saya sebut ide brilian dari beliau," ucap Arista.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

BJ Habibie Akan Dikebumikan di Samping Makam Ainun di TMP Kalibata

Presiden ke-3 RI BJ Habibie akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta, Kamis 12 September 2019.

Dia akan dikebumikan di samping makam almarhumarhumah istrinya, Ainun Habibie.

"Kami koordinasi dengan garninus, sudah disiapkan slot di sebelah almarhumah Ibu Ainun Habibie dan seingat saya di 120 dan 121," kata Mensesneg Pratikno dalam jumpa pers, Rabu (11/9/2019).

Dia mengatakan, terus melakukan persiapan upacara pemakaman BJ Habibie. Upacara pemakaman akan dipimpin Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Tolong mohon doanya supaya persiapan bagus, dan juga berdoa untuk almarhum, senoga husnul khotimah," kata Pratikno.

BJ Habibie meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat pada pukul 18.05 WIB pada usia 83 tahun. Dia meninggal setelah menderita gagal jantung dan usia yang menua.

3 dari 3 halaman

Jejak BJ Habibie di Jerman Sebelum Meninggal Dunia, Dijuluki Mr Crack

Rakyat Indonesia kehilangan Presiden ke-3 Indonesia BJ Habibie yang meninggal dunia pada pukul 18.05 WIB, Rabu (11/9/2019). BJ Habibie menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 83 tahun di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.

BJ Habibie menyelesaikan gelar S3 dengan nilai rata-rata 10, di Rheinisc Westfälische Technische Hochschule (RWTH) Aachen, universitas teknik terbaik di Jerman. 

Di lingkungan ahli aeronautic, aerospace, industri pesawat, dan ilmuwan internasional, BJ Habibie dijuluki Mr Crack. Julukan itu merupakan penghormatan para ahli atas temuannya yang dapat menghitung "crack propagation on random" sampai ke atom-atomnya, yang menjadi penyebab keretakan di badan, terutama sayap pesawat.

Temuannya itu berawal dari jatuhnya pesawat Fokker 28 dan pesawat tempur Jerman, Starfighter F-104 G. Kasus itu menimbulkan kehebohan karena tak ada yang tahu penyebabnya.

Departemen Pertahanan Jerman kala itu menantang para ahli mencari penyebabnya. BJ Habibie yang saat itu bekerja di perusahaan penerbangan Hamburger Flugzeugbau (HFB), Jerman, berhasil menemukan penyebabnya.