Sukses

Harga Emas Turun Tiga Minggu Berturut-turut

Harga emas untuk perdagangan Jumat (13/9) ditutup kembali turun

Liputan6.com, Jakarta - Harga emas turun pada hari Jumat. Penurunan ini menjadi penurunan tiga minggu berturut-turut. Hal ini disebabkan karena data penjualan ritel AS yang positif dan harapan untuk mencairnya ketegangan perdagangan China-AS.

Dikutip dari laman CNBC, Sabtu (14/9/2019), harga emas di pasar spot turun 0,63 persen menjadi USD 1,489.26 per ounce, dan telah turun sekitar 0,7 persen untuk minggu ini. Harga emas berjangka AS turun 0,7 persen menjadi USD 1,496.7 per ounce.

“Dengan data yang lebih baik dari perkiraan memningkat dengan kenaikan pasar ekuitas global, kami melihat emas jatuh dari tertinggi sebelumnya. Optimisme tentang perdagangan telah mendorong bangkitnya ekuitas global dan berkurangnya kebutuhan akan komoditas safe-haven seperti emas, ”kata David Meger, direktur perdagangan logam di High Ridge Futures.

"Tema yang mendasari pelonggaran bank sentral global terus menjadi faktor pendukung untuk harga emas di satu sisi dan Anda memiliki beberapa tekanan yang datang dari ekuitas global dan prospek perdagangan yang lebih baik," tambahnya.

Imbal hasil AS naik di seluruh papan setelah data menunjukkan penjualan ritel AS naik pada Agustus. Hal ini menunjukkan risiko resesi di ekonomi terbesar dunia itu terus berkurang.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Tensi Perang Dagang Mereda

Saham global juga naik ke level tertinggi enam minggu di tengah tanda-tanda lebih lanjut dari kemajuan dalam pembicaraan perdagangan AS dan China dan Bank Sentral Eropa menambah sentimennya.

Washington dan Beijing mengecilkan tanda-tanda eskalasi sebelumnya dalam perselisihan mereka dengan gerakan rekonsiliasi dari kedua negara. Keputusan ini mengurangi resiko di pasar.

Investor sekarang menunggu pertemuan bank sentral AS minggu depan. Pada pertemuan tersebut diperkirakan akan memangkas suku bunga acuannya setidaknya 25 basis poin untuk kedua kalinya berturut-turut.

Para analis mengatakan bahwa kebijakan moneter dovish yang diadopsi oleh bank sentral global bersama dengan kekhawatiran akan melimpahnya utang pemerintah yang menghasilkan negatif secara global akan terus mendukung bullion dalam jangka panjang.