Sukses

Menkominfo Ingin Bangun Rumah dengan 3D Printing, Bagaimana Nasib Kuli?

Menkominfo Rudiantara menggagas agar pemerintah mencari unicorn 3D printing yang bisa diajak untuk mengembangkannya di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mendorong agar program sejuta rumah dibangun menggunakan teknologi 3D printing. Bila tercapai, program ini bisa membantu efisiensi pembangunan rumah tapak.

Rudiantara berkata perlu pembangunan sejuta rumah bisa makin cepat dengan printer 3D. Ia pun menggagas agar pemerintah mencari unicorn 3D printing yang bisa diajak untuk mengembangkannya di Indonesia.

"Ada lapangan pekerjaan yang harus diisi sekarang, jadi masih tetap butuh kita namanya tukang ngaduk semen, tembok, cat, tapi kita tak bisa bergantung ke cara itu, tapi cara baru seperti 3D printing," ujar Rudiantara pada Selasa (17/9/2019) di Jakarta.

 

Sang menteri mengaku sudah berdiskusi dengan Kementerian PUPR. Penggunaan printer 3D diyakini Rudiantara bisa membuat satu rumah minimalis dalam satu hari serta menghemat biaya.

Ia pun sudah punya solusi soal nasib kuli yang bekerja membangun rumah.

"Gampang tak masalah. Kita harus justru antisipasi jadikan mereka sebagai operator 3D printer, karena 3D printing harus ada yang mengoperasikan, karena itu kan enggak canggih-canggih amat, itu level teknis," kata Rudiantara.

Kominfo pun sedang menggenjot program Digital Talent Scholarship. Tahun ini program itu menjaring 25 ribu orang tahun ini dan 50 ribu tahun depan agar makin banyak teknisi andal.

Rudiantara juga mengajak masyarakat tidak takut kehilangan pekerjaan dengan teknologi, sebab bakal ada pekerjaan baru yang muncul menggantikan yang hilang.

"Sebetulnya pekerjaannya masih ada, caranya yang baru. Jadi enggak usah takut dengan teknologi, and I'm a firm believer bahwa lapangan kerja justru tambah banyak karena teknologi ini," jelas Rudiantara.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Gelar Seminar Teknologi, CSIS Boyong Robot Tercerdas di Dunia

Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menggelar dialog internasional bertema teknologi dan dampaknya ke masyarakat, ekonomi, dan negara. Sejumlah pakar dari Uni Eropa, Microsoft, Google, dan TED Fellow turut diundang sebagai pembicara.

Dialog digelar selama dua hari pada hari ini, Senin (16/9/2019), hingga besok dan bertajuk Harnessing Frontier Technologies through a Redesigned National, Regional, and Global (Memanfaatkan Teknologi Termutakhir melalui Pendesainan Ulang Arsitektur Nasional, Regional, dan Global).

CSIS pun menghadirkan Sophia, robot tercerdas di dunia. Sophia akan berinteraksi dengan audiens dan pada Selasa (17/9/2019) besok, Presiden Joko Widodo dijadwalkan akan berdialog dengan Sophia dan para audiens.

Bagi yang akrab dengan konten TED, akan ada pidato dari Luke Hutchison, ahli ilmu komputer dan biologi dari TED Fellow. Ia hadir untuk membahas teknologi singularitas, yakni ketika komputer super cerdas menawarkan arus kecerdasan yang tidak memberi ruang bagi intervensi manusia.

Sunny Park dari Microsoft Asia akan berbicara tentang etika teknologi. Isu itu sedang berkembang di tengah kontroversi soal data pribadi dan kecerdasan buatan.

Jake Lucchi, Kepala Konten dan Kecerdasan Buatan dari Google Asia Pacific, hadir untuk membahas cara perkembangan teknologi mengubah model industri dan bisnis dalam praktik usaha. Sementara, Imron Zuhri dari Dattabot Indonesia turut hadir membahas blockchain, big data, dan kecerdasan buatan di negara-negara berkembang.

Selama dua hari, ada empat diskusi panel dengan topik tentang implementasi teknologi masa kini dan masa depan dalam bisnis, ekonomi, dan sektor publik; implikasi terhadap produktivitas ekonomi, sifat pekerjaan, dan inklusi sosial-ekonomi; pendekatan baru terhadap kebijakan ekonomi dan pemerintahan; dan bagaimana kolaborasi regional dan integrasi ekonomi regional dapat memfasilitasi perumusan kebijakan perumusan kebijakan untuk teknologi masa depan. Â