Sukses

Arab Saudi Umumkan Pasokan Pulih, Harga Minyak Melandai

Harga minyak turun 6 persen usai Menteri Energi Arab Saudi, Pangeran Abdulaziz bin Salman mengklaim negaranya telah memulihkan pasokan minyak.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak turun sekitar 6 persen usai Menteri Energi Arab Saudi, Pangeran Abdulaziz bin Salman mengklaim negaranya telah memulihkan pasokan minyak pasca serangan drone ke kilang minyak Saudi Aramco akhir pekan lalu.

Mengutip laman Reuters, Rabu (18/09/2019), harga minyak mentah Brent turun 6,5 persen menjadi USD 64,55 per barel. Sementara, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) merosot 5,7 persen menjadi USD 59,34 dari posisi sebelumnya.

"Kami tidak terburu-buru merevisi harga per barel pada akhir tahun. Sekarang, kami harus mempertimbangkan resiko yang menentukan prediksi harga," ujar Kepala Ekonom Capital Economics Caroline Brain.

Diklaim Pangeran Abdulaziz, produksi minyak sebanyak 5,7 juta barel per hari akan pulih pada akhir September 2019 mendatang.

Pengurangan pasokan yang terjadi saat ini tentu membuat Saudi Aramco kebingungan memenuhi permintaan minyak dari negara yang berlangganan, namun perusahaan akan berkomitmen untuk mencukupi kebutuhan tersebut bagaimanapun caranya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

AS Bantu Usut Insiden Penyerangan Kilang Minyak

Sementara, Amerika Serikat terlihat ikut membantu Arab untuk menemukan siapa dalang yang menyebabkan kecelakaan dan kerugian besar ini. Wakil Presiden AS Mike Pence menyatakan AS sedang bekerja mengumpulkan bukti yang menduga Iran adalah otak dari insiden ini.

Tuduhan terhadap Iran sebenarnya bukan tanpa alasan, karena hubungan diplomatik AS dengan Iran memang semakin buruk apalagi setelah Presiden AS Donald Trump menarik diri dari perjanjian nuklir Iran.

Meski demikian, Iran mengelak bahwa pihaknya yang melakukan serangan tersebut.

Sebagai informasi, American Petroleum Institute (API) melaporkan, jumlah pasokan minyak AS naik menjadi 422,5 juta barel per 13 September 2019. Sejumlah analis memprediksi akan terjadi penurunan terhadap pasokan tersebut sekitar 2,5 juta barel.