Sukses

Berapa Besar Porsi Emas di Portofolio Investasi?

Perkembangan teknologi digital telah memberi kemudahan bagi masyarakat untuk berinvestasi emas secara online.

Liputan6.com, Jakarta - Perencana keuangan Prita Hapsari Ghozie mengatakan emas masih menjadi pilihan bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Apalagi di tengah ekonomi global yang penuh tantangan seperti saat ini.

"Orang Indonesia itu pada saat dia memilih investasi, dia cenderung mencari investasi yang dia kenal dan aman. Karena mayoritas orang Indonesia itu masih profil risiko konservatif," kata dia, saat ditemui, di Jakarta, Rabu (18/9/2019).

Menurut dia, walaupun orang Indonesia mau mencoba investasi di pasar modal, reksadana atau saham, dia tetap memegang emas sebagai salah satu jenis investasinya.

"Dalam portofolionya meski ada reksadana, biasanya dia juga punya emas. Apalagi dengan kekhawatiran orang terhadap resesi di USA yang pastinya akan berdampak ke Indonesia juga, karena harus kita sadari pasar modal kita kan juga dana asingnya cukup besar," jelas dia.

"Jadi artinya orang juga berusaha untuk mem-balancing portofolionya dia. Sehingga akhirnya kenapa orang beli emas," imbuhnya.

 

2 dari 2 halaman

Komposisi

Sementara terkait porsi emas dalam total portofolio, lanjut Prita, bergantung dari masing-masing orang. "Itu tergantung profil kita. Kan bisa konservatif, agresif, moderat. Otomatis orang agresif emasnya tidak usah banyak-banyak cukup 5 persen atau 10 persen lah. Kalau dia konservatif, bisa emas sampai 30-50 persen," ujarnya.

Dia pun mengatakan, perkembangan teknologi digital telah memberi kemudahan bagi masyarakat untuk berinvestasi emas secara online. Meskipun demikian jumlah memang belum banyak.

"Kalau informasi Bukalapak, kan dari 2017 sampai saat ini, dia bisa meng-grab, 2,5 juta user. Terhadap masyarakat Indonesia yang ratusan juta itu kan masih kecil sekali. Otomatis saya bisa mengambil kesimpulan sepertinya orang masih membeli emas dengan cara yang konvensional, tetapi user-nya terus bertambah artinya pertumbuhan itu ada," urai Prita.

"Shifting itu juga terjadi karena generasi usia 20-an, fresh graduate kan mulai memiliki daya beli dan kemampuan untuk berinvestasi," tandasnya.