Liputan6.com, Jakarta Lahan pertanian tak bisa lepas dari ketersediaan air. Mengelola air untuk pertanian pun tak semudah yang dibayangkan. Jika musim penghujan, lahan pertanian yang terairi secara berlebihan akan membuat tanaman pertanian menjadi busuk. Sebaliknya, di musim kemarau jika ketersediaan air kurang maka akan menyebabkan kekeringan dan tanaman akan mati.
Oleh karena itu, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jendral (Ditjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) turun tangan dalam membangun pengelolaan air yang mencukupi. Salah satu program yang dijalankan Ditjen PSP adalah pengelolaan air dengan membangun kolam penampungan air dari sumber air (embung).
Baca Juga
Mentan Amran dan Menteri PU Perkuat Kolaborasi Penyediaan Akses Air Demi Percepatan Swasembada Pangan
KPA Klaten Sosialisasikan Waspada Perilaku LGBT untuk Tingkatkan Kesadaran Bahaya HIV AIDS
Hadir di UNJ, Pramono Ungkap Terobosan Baru Taman 24 Jam hingga Tawarkan JIS sebagai Markas Persija Jika Terpilih
Dirjen PSP Sarwo Edhy menjelaskan, pembuatan embung sangat diperlukan. Jika musim hujan lahan tidak terendam air, di musim kemarau saat air dari irigasi tidak mencukupi maka embung bisa dimanfaatkan secara efektif dan efisien untuk mengairi lahan padi atau tanaman pertanian lainnya.
Advertisement
"Saya pesan kepada petani dan masyarakat agar menjaga dan memelihara embung dengan baik. Jangan sampai rusak atau terbengkalai karena ini kan manfaatnya selain buat petani juga masyarakat bisa menggunakan air di sini saat kekeringan," kata Sarwo Edhy.
Contohnya di Cilacap, untuk mengoptimalkan pemanfaatan sarana pengairan, petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Dewi Sri Desa Muktisari Kecamatan Gandrungmangu Kabupaten Cilacap, mendapat pelatihan khusus tentang bagaimana cara memanfaatkan embung pertanian dalam upaya adaptasi dan antisipasi perubahan iklim di tingkat usaha tani.
“Embung di sana sudah dikelola dengan baik dengan sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan pengelolaan dan daya adaptasi yang baik,” kata Sarwo Edhy.
Belum lama ini, juga dilakukan Pertemuan Adaptasi Perubahan Iklim Di Tingkat Usaha Tani (API-TUT) Kabupaten Cilacap 2019. Dengan adanya pertemuan tersebut, petani bisa memiliki daya adaptif yang meningkat, meskipun terjadi perubahan iklim.
“Pertemuan ini untuk meningkatkan kapasitas petani dalam adaptasi perubahan iklim di tingkat usaha tani,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Lahan dan Irigasi Bidang Prasarana dan Sarana Pertanian Dinas Pertanian Kabupaten Cilacap, Mlati Asih Budiarti mengatakan, kegiatan Pertemuan Adaptasi Perubahan Iklim Di Tingkat Usaha Tani (API-TUT), bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan petani tentang perubahan iklim. Serta meningkatkan pemanfaatan embung pertanian, dam parit dan long storage.
“Pertemuan tersebut membahas pengetahuan tentang bagimana cara memanfaatkan embung pertanian. Dalam upaya adaptasi dan antisipasi perubahan iklim. Diharapkan, petani bisa memiliki daya adaptif yang meningkat meskipun perubahan iklim terus terjadi," harapnya.
Kegiatan Pertemuan Adaptasi Perubahan Iklim Di Tingkat Usaha Tani diikuti 20 peserta dari anggota Poktan selama enam kali pertemuam selama 6 Minggu dari mulai Akhir Juli sampai Akhir Agustus 2019. Saat ini Desa Mutisari telah memiliki embung yang sudah selesai dibangun. Diperkirakan musim hujan yang akan datang dapat terisi air, sehingga bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh petani.
“Kami anggota Poktan Dewi Sri, berterimakasih dengan pertemuan ini. Dengan ilmu tersebut kedepanya akan lebih memperhatikan perubahan iklim dengan mengelola embung sebaik-baiknya," kata Ketua Poktan Dewi Sri Ngadimin Susilo didampingi Kepala Desa Muktisari, Suyoto.