Sukses

BI: Butuh Waktu Agar Suku Bunga Bank Turun

Suku bunga dasar di Indonesia, khususnya KPR dinilai masih cukup tinggi.

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) melonggarkan kebijakan makroprudensial guna meningkatkan stabilitas ekonomi Indonesia.

Kali ini, rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) direlaksasi agar masyarakat dapat dengan mudah memiliki properti dan kendaraan bermotor.

Meski demikian, suku bunga dasar di Indonesia, khususnya KPR dinilai masih cukup tinggi.

Dalam Suku Bunga Dasar Kredit Perbankan (SBDK) OJK tercatat, rerata bunga KPR 10 bank besar Indonesia masih berada di angka 10 persen.

Penurunan suku bunga yang ditetapkan oleh BI tak lantas bisa dirasakan efeknya.

Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung menyatakan, transmisi kebijakan moneter pasti akan selalu ada.

"Lag pasti ada, karena butuh waktu penyesuaian, bukannya besok (suku bunga acuan) turun lalu suku bunga bank bisa ikut turun, full-adjusment pasti butuh waktu," ujar Agung di Jakarta, Jumat (20/09/2019).

Kemarin, BI menurunkan suku bunga BI 7-Day RR sebesar 25 Bps. Artinya, bank sentral sudah melakukan pemangkasan suku bunga acuan 3 kali berturut-turut tahun ini.

Agung berharap, pemangkasan tersebut bisa berdampak menurunkan suku bunga kredit.

"Mudah-mudahan dengan BI 7-Day RR turun 3 kali ini, suku bunga kredit transmisinya bisa terjadi," dia menandaskan.

2 dari 2 halaman

Uang Muka KPR dan KKB Turun Mulai 2 Desember, Ini Rinciannya

Selain menurunkan suku bunga acuan, Bank Indonesia (BI) juga melakukan pelonggaran uang muka (down payment) melalui skema loan to value (LTV) pada kredit properti seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) hingga kendaraan bermotor Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, ketentuan ini mulai berlaku efektif 2 Desember 2019. Pelonggaran LTV akan meringankan DP KPR sebesar 5 persen dan kendaraan bermotor sebesar 5-10 persen.

“Pelonggaran LTV/FTV (financing to value) untuk kredit properti 5 persen. Uang muka kendaraan bermotor 5-10 persen,” ujar Perry di Gedung BI, Jakarta, Kamis (19/9/2019).

Rinciannya, uang muka untuk rumah tapak tipe 21-70 diturunkan dari 15 persen menjadi 10 persen, sedangkan rumah tapak tipe di atas 70 nilai uang muka turun dari 20 persen persen menjadi 15 persen.

Dia menjelaskan, BI akan terus melakukan bauran kebijakan akomodatif guna menyesuaikan kondisi perekonomian global yang terjadi saat ini. Selain itu, pelonggaran moneter juga dilakukan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

“Sehingga investasi naik, konsumsi naik dan kita semuanya akan senang, bisa mengantisipasi kalau trade war berkepanjangan,” kata dia.

Ia pun menekankan, penurunan kredit itu hanya bisa diterapkan bagi perbankan yang memiliki tingkat kredit macet (NPL) mesti sehat, atau paling tidak di bawah 5 persen.

Adapun rincian aturan pelonggaran makroprudensial Bank Indonesia ialah sebagai berikut:

(i) Rasio Loan to Value / Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit/pembiayaan Properti sebesar 5 persen,

(ii) Uang Muka untuk Kendaraan Bermotor pada kisaran 5 sampai 10 persen,

(iii) Tambahan keringanan rasio LTV/FTV untuk kredit atau pembiayaan properti dan Uang Muka untuk Kendaraan Bermotor yang berwawasan lingkungan masing-masing sebesar 5 persen.