Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan masyarakat Indonesia masih banyak yang belum tersentuh layanan keuangan. Saat ini, baru 68,7 persen orang dewasa yang sudah memiliki akses terhadap layanan keuangan.
Hal itu dia sampaikan saat menjadi pembicara dalam acara Indonesia Fintech Summit and Expo 2019 yang mengususng tema "Innovation For Inclusion", di Jcc Jakarta, Senin (23/9).
"Survey OJK tahun 2016 orang dewasa memiliki akses prioritas atau layanan keuangan formal. Dapat disimpulkan bahwa ini menandakan masih banyak orang dewasa tidak memiliki akun atau akses ke layanan keuangan," kata dia.
Advertisement
Baca Juga
Oleh karena itu, dengan berkembangnya fintech di tanah air dia berharap hal ini dapat menjadi momentum percepatan inklusi keuangan hingga ke remote area atau daerah terpencil.
Selain itu, menurutnya fintech juga dapat memberikan hal yang selama ini diinginkan masyarakat. Misalnya efisiensi dan sistem yang tidak berbelit-belit.
"Mendapatkan beberapa perubahan penting tetapi perjalanannya belum mencapai tujuan. Orang membutuhkan penghematan, layanan yang lebih mudah dan lebih terjangkau. Inovasi teknologi, digunakan perusahaan yang sesuai memiliki potensi," ujarnya.
Dia juga menyebutkan saat ini sudah terlihat adanya perkembangan layanan keuangan yang mampu mneyasar sampai ke daerah. Misalnya laku pandai, kantor cabang di pelosok, dan layanan lainnya yang menawarkan jasa keuangan.
"Target dari program inklusi keuangan kami percaya fintech dan agen dapat berkontribusi pada upaya kami untuk mencapai keuangan inklusif. Fintech menyediakan optimisme baru, berharap fintech mencapai itu. Yang tinggal di dengan aksesibilitas layanan keuangan terbatas," ujarnya.
Kendati demikian dia menekankan fintech harus mengutamakan manajemen risiko dan perlindungan konsumen di dalam praktiknya. "Harus memberi perhatian pada manajemen risiko, konsumen dan perlindungan untuk memberikan manfaat maksimal," tutupnya.
Â
Reporter:Â Yayu Agustini Rahayu Achmud
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Menko Darmin Sebut Fintech Rentan Pencucian Uang
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, financial technologi atau fintech rentan risiko pencucian uang. Hal tersebut pun menjadi salah satu tantangan pengembangan fintech di Indonesia.
"Indikasi penyalahgunaan data ini sudah banyak, kemudian juga fintech rentan risiko pencucian uang," ujar Menko Darmin di Gedung Dhanapala, Jakarta, Rabu (4/9/2019).Â
Dengan adanya potensi tersebut, pemerintah berupaya membuat manajemen risiko melalui regulasi pengaturan fintech tanpa menghambat perkembangannya di Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah menggandeng Bank Indonesia dan OJK.
"Dukungan pemerintah dan otoritas pengembangan fintech ini menyeimbangkan mitigasi risiko dan membuka ruang inovasi serta memberi pemahaman mengenai landscape dan ekosistem industri ini," jelas Menko Darmin.
Menko Darmin melanjutkan, fintech merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mendorong inklusi keuangan. Sebab, dengan adanya fintech masyarakat lebih mudah terhubung dengan perbankan dalam rangka membuka rekening dan pemanfaatannya.
"Fintech jauh lebih ampuh dalam mendorong keuangan inklusif, perbankan akan bisa membantu masyarakat membuka rekening," paparnya.  Â
Advertisement
Tak Ingin Pasar Direbut Fintech, Ini Pesan Gubernur BI ke Perbankan
Maraknya digitalisasi layanan keuangan membuat Bank Indonesia (BI) mempersiapkan langkah dalam melawan efek sampingnya, yakni shadow banking. Kehadiran shadow banking adalah akibat layanan keuangan yang tak diregulasi sehingga membahayakan konsumen. Kini, shadow banking menjamur akibat fintech ilegal.
Gubernur BI Perry Warjiyo berkata perlu ada aksi proaktif dari perbankan, yakni lewat digitalisasi. Nantinya perbankan digital harus terkoneksi fintech agar pengawasan bisa berjalan.
"Perlu tetap menempatkan digitalisasi perbankan sebagai core atau inti dalam integrasi tadi. Makanya kita dorong perbankan digitalisasinya agar terus berkembang pesat. Juga bagaimana fintech itu interlink dengan perbankan supaya tidak terjadi perbankan maya atau shadow banking," ujar Gubernur BI di Bali, Kamis (29/8/2019).
Indonesia sendiri tengah mengalami pertumbuhan fintech yang pesat. Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) menyebut mereka hanya punya enam anggota di tahun 2016, kini mereka sudah punya 250 anggota.