Liputan6.com, Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sedang dalam proses untuk mengambil alih wewenang MUI perihal sertifikasi halal. Per 17 Oktober 2019, setiap produk harus punya sertifikasi halal selama lima tahun untuk pembinaan.
Sertifikasi halal BPJPH membuat MUI resah karena dipandang bisa memberatkan pelaku bisnis kecil. Sebab, bisnis kecil kini wajib bersertifikat halal sesuai UU Jaminan Produk Halal.
Advertisement
Baca Juga
Pihak Kepala BPJPH Sukoso berkata siap memberikan layanan gratis bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Namun, penentuan tarif ternyata menjadi wewenang Kementerian Keuangan.
"Tarif itu ditentukan oleh Kementerian Keuangan. Tadi saya sebutkan kita itu BLU (Badan Layanan Umum) jadi draf itu dari kita diajukan kepada yang namanya (Pembinaan) PK BLU, kemudian nanti akan keluar kepada keputusan Menteri Keuangan," ujar Sukoso pada Rabu (25/9/2019) di Jakarta.
"Terkait UMK, Kami mengakukan tarif UMK mikro kecil dari nol rupiah sampai ada jeda yang kita ajukan. Jadi dibebaskan, tapi kita harus rigid menilai mikro kecil yang mana,"Â ujar Sukoso yang akan menentukan klasifikasi UMK pada saat implementasi.
Saat ini, Sukoso berkata BPJPH menyiapkan 172 calon auditor halal yang pembekalannya dianggarkan oleh Kementerian Agama. Angka itu masih lebih kecil dari auditor Lembaga Pengawas Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika MUI sejumlah 1.060.
Kinerja BPJPH pun akan berkali-kali lipat lebih besar dari MUI karena akan mensertifikasi usaha mikro dan kecil yang berjumlah lebih dari 1,6 juta. Meski demikian, MUI berkukuh bahwa kewenangan halal masih di pihak mereka, dan BPJPH hanya mengatur administrasi saja.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Beri Jaminan Produk Halal, Kemendag dan MUI Bergandengan
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) memberikan dukungannya pada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dari Kementerian Agama. Kedua pihak pun melakukan penandatangan MoU dalam mendukung kerja sama dan koordinasi terkait penyelenggaraan jaminan produk halal.
Penandatanganan dilakukan Ketua BPKN Ardiansyah Parman dan Ketua BPJPH Sukoso dalam acara Forum Group Discussion di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat.
"Tantangan ke depan adalah ada jutaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang juga tentunya mengharapkan sertifikasi halal terutama pangan, obat, kosmetik dan sebagainya begitu besar. Perlu kerja sama yang baik ke semua pihak," ujar Ketua BPKN Ardiansyah Parman pada Rabu (24/9/2019).
Perwakilan dari Majelis Ulama Indonesia juga hadir pada pertemuan tersebut. Pihak MUI berkata bahwa substansi halal harus tetap di tangan MUI dan pemerintah hanya sebagai administrator.
"Hakekatnya ketika administrasi pemerintah yang berfungsi sebagai administrasi dan fasilitasinya. Substansinya tetap di MUI ini yang perlu ditekankan. Administrasi maupun fasilitasi ini adalah pemerintah dan penegak hukum," ujar Sumunar Jati, Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika MUI.
Advertisement
Menanti Aturan
Pihak MUI dan BPJPH masih menanti terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) yang merupakan turunan UU Jaminan Produk Halal (JPH). Sumunar berharap agar persyaratan halal di PMA tak terlalu rinci dan menyulitkan, sebab fatwa MUI pun bersifat dinamis.
Sumunar juga berharap sertifikasi secara administrasi tidak lebih menyulitkan dari yang diterapkan MUI, terutama untuk UMKM. Pihak BPJPH pun berjanji agar tidak pengajuan sertifikat tak terlalu mahal. Saat ini, sertifikasi halal MUI bertarif Rp2,5 juta untuk dua tahun.
"Kami mengajukan tarif UMK, Mikro kecil, dari nol rupiah sampai ada jeda. Jadi dibebaskan, tapi kita harus rigid menilai mikro kecil yang mana," ujar Sukoso.