Sukses

Kadin Tolak Rencana Kenaikan Harga Gas

Sektor industri meminta rencana kenaikan harga gas per 1 Oktober dibatalkan.

Liputan6.com, Jakarta - Kamar Dagang Industri (Kadin) menolak kenaikan harga gas yang akan dilakukan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) mulai 1 Oktober 2019, jika kebijakan tersebut tetap dilakukan maka tagihan penggunaan gas hanya diberikan sesuai harga lama.

Ketua Komite Tetap Industri Kimia dan Petrokimia Kadin Achmad Widjaja mengatakan, sektor industri meminta rencana kenaikan harga gas per 1 Oktober dibatalkan, jika tidak maka kalangan pengusaha akan membayar tagihan penggunaan gas dengan mengacu harga lama.

"Ya itu kita minta kalau memang nanti terjadi harga dinaikin, kita nggak akan bayar, kita akan sepakat," ‎kata Achmad, dalam sebuah diskusi, di Menara Kandin, Jakarta, Rabu (25/9/2019).

Achmad mengungkapkan, jika dilakukan kenaikan maka harga gas melambung menjadi sekitar US$ 12 per MMBTU atau 12 persen sam‎pai 15 persen dari harga saat ini sebesar US$ 9 sampai US$ 10 per MMBTU.

"Rata-rata (harga), karena ada Jabar, Jatim dan Sumatera kan harganya beda-beda. Kita katakan bahwa rata-rata harga kita di industri sebetulnya sudah 10 dolllar rata-rata, kalau itu jalan bisa jadi 12," paparnya.

Menurut Achmad, rencana kenaikan harga gas ‎yang dilakukan PGN dilakukan sepihak, tidak ada negosiasi dengan konsumen untuk menetapkan besaran kenaikannya. Hal ini pun akan diadukan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 10 Oktober 2019. 

‎"Mereka tidak buka pintu untuk negoasi, artinya ini kan hanya monopoli dan sepihak, nggak boleh dong, industri harus dialog‎. Tanggal 10 mungkin rencana mau minta jadwal presdien kalau nggak sibuk," tandasnya.

Untuk diketahui, PGN berencana menaikkan harga gas bagi industri. Kenaikan harga gas itu berdasarkan surat edaran dengan nomor037802.S/SP.01.01/BGP/ 2019 perihal Implementasi Pengembangan Produk dan Layanan, yang ditujukan kepada kepada pelanggan komersial dan industri.

Alasan kenaikan harga tersebut untuk meningkatkan layanan ke konsumen, termasuk keandalan pasokan gas untuk penyaluran yang berkelanjutan, serta karena harga gas belum pernah naik sejak tujuh tahun terakhir.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

PLN Ingin Harga Gas untuk Pembangkit Listrik Lebih Murah

PT PLN (Persero) menginginkan harga gas khusus untuk sektor kelistrikan lebih rendah. Hal ini untuk menekan Biaya Pokok Produksi (BPP) pembangkit listrik.

Pelaksana tugas Direktur Utama PLN Sripeni Inten Cahyani mengatakan, bahan bakar pembangkit memiliki peran hingga 70 persen dalam pembentukan BPP listrik.

"Selain dmo batu bara kami juga butuh dukungan untuk dmo gas tadi ya," kata Inten, di Jakarta, Rabu (11/9/2019).

Menurut Inten, saat ini harga gas untuk sektor kelistrikan masih dikaitkan dengan harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP).‎

Dalam Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 45 Tahun 2017, PLN dapat membeli gas bumi melalui pipa di titik serah dengan harga paling tinggi 14,5 persen.

3 dari 3 halaman

Tidak Mungkin Terwujud

Harga gas bumi dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) untuk pembangkit tenaga listrik mempertimbangkan keekonomian lapangan, harga gas bumi dalam negeri dan internasional, kemampuan daya beli dan nilai tambah pemanfaatan gas bumi di dalam negeri.

"Karena tadi kita tahu gas itu gas pipa, kemudian dari gas pipa ada keterbatasan lokasi. Sementara gas yang harus ditransformasikan adalah LNG, jadi kami harapkan dukungan pemerintah harga gas itu masih dengan formula ICP kan gitu ya," jelasnya.

‎Inten mengakui, PLN menginginkan harga gas menjadi lebih rendah, namun hal tersebut tidak mungkin terwujud sebab pasti mempertimbangkan pengembalian investasi produsen migas.

"Harus ketemua ya, domain pemerintah sajalah. domain Kementerian ESDM. kita pengen rendah tapi kan nggak mungkin karena ESDM harus buat titik optimum di mana para investor dan dari gas itu bisa terpenuhi pengembalian investasi untuk eksplorasi gas seperti apa," tandasnya.Â