Sukses

299 PNS Dijatuhi Sanksi Terkait Pelanggaran Netralitas

Sebanyak 299 Aparatur Sipil Negara atau PNS sudah diproses sampai tahap pemberian sanksi.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyatakan dari 991 Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS yang terlibat dalam pelanggaran netralitas sebanyak 299 ASN sudah diproses sampai tahap pemberian sanksi, yang terdiri dari 179 dikenakan sanksi disiplin dan 120 dikenakan sanksi kode etik. Hal tersebut berdasarkan data per Januari 2018 hingga Juni 2019. 

Sementara untuk sisanya, menurut Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Badan Kepegawaian Negara (BKN), Mohammad Ridwan, belum ditetapkan sanksinya dan masih dalam tahap pemeriksaan serta klarifikasi lebih lanjut.

“Adapun 692 (ASN) sisanya yang belum ditetapkan sanksi masih dalam tahap pemeriksaan dan klarifikasi lebih lanjut dengan pihak instansi masing-masing,” kata Mohammad Ridwan, seperti dikutip dari laman Setkab.

Sebelumnya, BKN sudah melakukan sinkronisasi data pelanggaran netralitas dengan instansi Pemerintah Daerah (Provinsi/Kota/Kabupaten) pada tanggal 4–10 Juli 2019. Mengingat dari total 991 ASN yang terlibat pelanggaran netralitas, 99,5 persen berstatus pegawai instansi Pemerintah Daerah.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Pemberhentian Tidak dengan Hormat

Mengenai sanksi terhadap ASN yang terbukti melakukan pelanggaran netralitas, menurut Humas BKN M. Ridwan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Sanksi tersebut, pertama, pelanggaran netralitas berkategori sanksi hukuman disiplin sedang dengan sanksi berupa: Penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun; Penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun; dan Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.

Kedua, pelanggaran netralitas yang berkategori hukuman disiplin berat dengan sanksi berupa: Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun; Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; Pembebasan dari jabatan; hingga Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.

“Ketentuan lain mengenai netralitas ASN juga diatur pemerintah melalui Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu,” jelas M. Ridwan.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, hiruk pikuk momentum Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) dan Pilpres (Pemilihan Presiden) mengundang sorotan publik terhadap netralitas ASN.

Pembahasan ini selalu menjadi topik hangat yang dikritisi oleh berbagai kalangan, termasuk dalam hal pengawasan Pemerintah terhadap perilaku ASN selama proses pemilihan berlangsung.

Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan bahwa ASN harus selalu mengingat esensi kehadiran aparatur birokrasi sebagai penjaga dan pemersatu bangsa. Netralitas bukan hanya disikapi sebagai aturan namun sebagai kode etik dasar dan integritas dalam perilaku keseharian ASN saat memberikan pelayanan publik.

“ASN memiliki fungsi yang sakral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa,” pesan Bima Haria pada forum diseminasi netralitas ASN di Bandung, akhir Maret lalu.

Soal netralitas, Kepala BKN juga menekankan sikap tersebut wajib dimiliki karena ASN turut berperan menjaga keberagaman suku, etnis, dan agama di Indonesia. Dengan begitu pelayanan publik yang diberikan juga tidak bersifat diskriminatif, sebaliknya berorientasi pada sikap profesional dalam menjalankan profesinya.