Sukses

Produsen Elektronik China Jajaki Kerja Sama dengan Indonesia

Selama ini banyak pengusaha Indonesia yang mencari peluang berkunjung ke China untuk menjajaki peluang kerja sama.

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha dan investor China menjajaki peluang pasar dan kerja sama sektor elektronik dengan Indonesia. Hal ini tertuang dalam Pameran B2B (business to business) Indonesia International Electronics & Smart Appliance Expo 2019 (IEAE).

“Pameran ini memfasilitasi kerjasama bisnis antara pengusaha RRC dengan Indonesia serta negara-negara tetangga. Selama ini banyak pengusaha Indonesia yang mencari peluang berkunjung ke Guangdong sebagai provinsi yang menjadi zona ekonomi utama Cina dengan 9 kota industrinya. Kali ini, para pengusaha Guangdong, khususnya produsen produk elektronik dan turunannya, justru yang hadir di Indonesia untuk menjajaki kerjasama bisnis dengan pengusaha Indonesia,” ujar General Manager Chaoyu Expo, Jason Chen selaku penyelenggara pameran dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (28/9/2019).

Event tahunan yang memasuki tahun ketiganya diikuti oleh semakin banyak produsen elektronik karena mereka memang menjadikan Indonesia sebagai fokus pasar yang ingin dituju.

Dengan menghadirkan gadget-gadget terunik dan terinovator diharapkan menarik minat pengusaha Indonesia untuk menjalin kerjasama, bahkan ada yang bermaksud menjadikan Indonesia sebagai basis produksi untuk wilayah Asia Tenggara.

Selain bertujuan untuk menjalin kerjasama bisnis, Chaoyu Expo juga mentargetkan penjualan on-spot. Menurut Jason, setiap tahunnya, terjadi pertumbuhan transaksi selama pameran IEAE berlangsung.

“Selain target terciptanya kerjasama bisnis, IEAE 2019 juga melayani transaksi langsung dengan konsumen. Dua tahun sebelumnya, kami berhasil memperoleh transaksi sebesar USD 600 ribu dan USD 800 ribu. Tahun ini, transaksi di IEAE 2019 akan mencapai USD 1 juta,” patoknya.

Di tahun ketiga pameran yang digelar tahunan ini, Chaoyu Expo mencatat peningkatan signifikan dari berbagai sisi dibanding tahun 2018. Pada tahun ini pameran menggunakan area seluas 12 ribu m2, meningkat dari tahun lalu yang hanya 8,000 m2. Perluasan area ini untuk mengakomodir peningkatan jumlah peserta yang meningkat 30 persen, dan jumlah stan yang meningkat 65 persen menjadi 413 stan pada tahun ini.

"Tentunya semakin banyak pula jumlah produk yang dihadirkan. Bila tahun lalu 25,000 jenis produk dipamerkan, tahun ini menjadi lebih dari 31 ribu produk," kata dia.

Peningkatan tidak hanya pada kuantitas, kualitas stan juga akan mengalami peningkatan. Paviliun pameran menjadi semakin profesional dimana para eksibitor akan memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence (AI) dan kehadiran Robot selama pameran. Jumlah buyer yang telah melakukan pendaftaran online saat ini telah mencapai lebih dari 12.083, dan tahun ini ditargetkan lebih dari 20 ribu pengunjung akan meramaikan pameran tahun ini.

“Sejak kali pertama digelar, pameran IEAE memperlihatkan tren yang terus meningkat dilihat dari empat aspek yakni area pameran, jumlah peserta, jumlah dan kualitas pengunjung, dan terpenting penjualan dari para peserta. Secara bersamaan bisa dikatakan ini juga memperlihatkan pertumbuhan industri elektronik di Indonesia, dan secara khusus kepercayaan dunia elektronik baik dalam dan luar negeri kepada pameran IEAE,” jelas Jason.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Industri Elektronik RI Melesu dalam 3 Tahun Terakhir

Pertumbuhan industri elektronik dalam negeri mengalami stagnasi bahkan cenderung menurun dalam 3 tahun terakhir. Hal tersebut salah satunya akibat daya beli masyarakat dan kondisi ekonomi Indonesia.

Vice President Samsung Elektronic Indonesia, Lee Kang Hyun mengatakan, industri elektronik memang tengah mengalami masa sulit dalam beberapa tahun terakhir. Ini menyebabkan sektor tersebut sulit untuk tumbuh, bahkan menurun tiap tahunnya.  

"Ini secara total ya, dari 3 tahun yang lalu, industri elektronikanya tidak berkembang. Malah turun tiap tahun mungkin kira-kira 10 persen turun," ujar dia dalam Konferensi Regional Pembangunan Industri ke-1 (Regional Conference on Industrial Development/RCID) di Kuta, Bali, Jumat (9/11/2018).

‎Menurut dia, faktor utama penurunan industri elektronik lantaran daya beli masyarakat yang cenderung turun. Ditambah lagi dengan nilai tukar rupiah yang mengalami depresiasi dalam beberapa waktu terakhir.

"Karena daya beli juga kurang. Dan secara jujur, kondisi ekonomi Indonesia tidak begitu bagus, dolar juga kuat, rupiah juga loncat," ungkap dia.

Pelemahan rupiah yang terjadi, lanjut Lee, mau tidak mau membuat harga bahan baku industri meningkat. Namun industri elekronik tidak bisa menaikkan harga produknya karena daya beli masyarakat turun. Ini yang membuat kondisi industri elektronik di dalam negeri semakin sulit.

‎"Jadi mungkin barang, harga jual pun yang harusnya mempertimbangkan, tapi tidak bisa naikin harga, karen daya beli rendah. Karena itu sebenarnya produsen elektronika sangat sulit tahun ini. Profit juga susah, karena harga enggak bisa dinaikin, harga bahan baku naik," tandas dia.