Liputan6.com, Jakarta - Supir bajaj di Ibu Kota kesulitan membeli bahan bakar sebab banyak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) di DKI Jakarta yang bangkrut. Salah satunya supir bernama Ade.
Kepada Merdeka.com, Ade mengeluhkan BBG sulit dicari sudah hampir 6 bulan terakhir ini. Padahal ketersediaan BBG sangat penting untuk menunjang operasional sehari-hari para pengemudi bajaj.
"(BBG sulit dicari) sejak sebelum pilpres (April) kemarin," kata Ade saat dihubungi Merdeka.com, Sabtu (28/9).
Advertisement
Ade mengungkapkan, bahkan SPBG langganan dirinya di daerah Pesing, Jakarta Barat kini sudah tutup total. Sementara di daerah lainnya ada yang masih beroperasi namun tidak setiap hari.
"Yang tutup di Pesing sampai sekarang belum buka. Yang di Jalan Perintis juga kadang buka kadang tutup," ungkapnya.
Bahkan, kata Ade, dirinya bersama kawan-kawan sesama supir bajaj lainnya pernah mencari SPBG hingga ke daerah Bekasi.
"Waktu Pesing, Perintis, Kawasan Pulogadung tutup kita ngisi gas sampai ke Pondok Ungu Bekasi," keluhanya.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
SPBG Monas
Saat ini, kata dia, para supir bajaj terutama yang beroperasi di kawasan Pusat Jakarta menggantungkan harapannya pada SPBG di daerah Monas.
"Di Monas (ngisi BBG sekarang)," ujarnya.
Dia berharap pemerintah provinsi (Pemprov) DKI dapat segera menambah jumlah SPBG agar mereka tidak kesulitan mencari tempat mengisi bahan bakar.
"Ditambah SPBG nya biar supir bajaj itu gak susah ngisi BBG," harapnya.
Â
Advertisement
12 Ribu Bajaj
Sebelumnya, Sekretaris Koperasi Bajaj Jaya Mandiri, Roby Parulian menyebut bahwa sekitar 12 ribu bajaj kesulitan mendapat pasokan BBG di Jakarta karena SPBG yang bangkrut atau hanya mau melayani industri.
Dia menyebutkan dari total 45 SPBG yang berdiri pada 2016, kini tersisa 23 unit SPBG yang beroperasi meski pada awal 2019 tercatat masih ada 32 unit yang beroperasi.
Dari 23 SPBG yang masih beroperasi, yang bisa melayani kami itu cuma 15 SPBG. Bahkan di Jakarta Utara saja tidak ada SPBG sehingga pasokannya sangat terbatas," katanya.
Sebagai angkutan umum, Roby menilai kondisi tersebut sangat membatasi ruang gerak mereka. Koperasi Bajaj Jaya Mandiri mengoperasikan sekitar 2.500 bajaj BBG di DKI Jakarta.
Diskriminasi SPBG yang enggan menjual pasokan BBG ke bajaj juga masih cukup banyak ditemui. Di sejumlah lokasi, lanjut Roby, SPBG tidak menerima pengisian BBG bajaj karena harganya yang lebih murah dari BBG untuk industri.
Harga BBG untuk untuk industri berkisar Rp 5.000 per kiloliter setara premium (KLSP), sementara bajaj dikenakan Rp 3.100 per KLSP.
"Kami berharap di SPBG ada gas. Kami juga berharap pemerintah konsisten untuk menerapkan bahwa semua angkutan umum harus pakai gas," katanya.
Â
Reporter:Â Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com