Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan menggelarkan aksi besar-besaran di 10 Provinsi di Indonesia. Aksi tersebut bertujuan untuk memperjuangkan sejumlah isu buruh.
Salah satunya adalah meminta agar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak dinaikkan.
KSPI menyatakan akan menggunakan strategi KLAP (Konsep, Lobi, Aksi, dan Politik) untuk memperjuangan tuntutannya. Sebelumnya Presiden KSPIÂ Said Iqbal telah menyampaikan gagasannya kepada Presiden Jokowi di Istana Bogot
Advertisement
KSPI merasa tidak cukup dengan melakukan pelobian, maka selanjutnya serikat pekerja akan melakukan unjuk rasa atau aksi demi menyampaikan aspirasi.
Baca Juga
"Demonstrasi dilindungi konstitusi. Sebagai sebuah gerakan, KSPI tidak tabu dengan aksi unjuk rasa," kata Said Iqbal yang dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (1/9/2019) Menurut Said aksi demonstrasi sendiri merupakan sesuatu hal yang biasa untuk menyampaikan aspirasi.
"Untuk itu, besok (2 Oktober 2019) kaum buruh akan tetap melakukan aksi besar-besaran di 10 provinsi. Khususnya di Jabodetabek aksi akan di DPR RI," tambah Said.
Dalam pertemuan antara Said Iqbal dengan Presiden Jokowi, KSPI dan buruh Indonesia mengatakan akan fokus terhadap tiga tuntutan yang ingin disampaikan yaitu tolak revisi UU Ketenagakerjaan, tolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan, dan revisi PP No 78 Tahun 2015 tentang pengupahan.
Reporter: Chrismonica
Saksikan video di bawah ini:
KSPI Tagih Janji Jokowi Revisi Aturan Pengupahan
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mendesak Presiden Jokowi untuk segera merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Kata dia, Jokowi sampai dengan saat ini belum melunasi janjinya untuk segera merevisi PP terkait ketentuan upah minimum tersebut.
"Pak Jokowi sudah janji tapi sampai dengan saat ini belum terealisir janjinya. Jadi nampaknya Menaker mengulur-ulur karena ada kepentingan dari pengusaha seperti Hipmi dan Kadin," tuturnya di Jakarta, Selasa (6/8/2019).
Said menjelaskan, revisi PP Nomor 78 Tahun 2015 penting dilakukan guna mengindahkan aspirasi buruh. Menurutnya, perhitungan formulasi upah minimum yang dilakukan Pemerintah terhadap buruh selama ini tidak tepat.
"Kembalikan hak berunding serikat buruh melalui dewan pengupahan. Saat ini ketentuan upah minimun ditentukan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi jadi tidak dirundingkan dulu dengan dewan pengupahan (three party)," ujarnya.
Selain itu, Said mengungkapkan, buruh juga meminta penambahan item di dalam perhitungan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Di dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 15 Tahun 2005, KHL berisikan 60 item. Buruh sendiri meminta 84 item sebagai dasar perhitungan KHL.
"Penetapan kenaikan upah minimum harus berdasarkan survei pasar KHL. Jadi berapa kebutuhan rilnya itu. Bukan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Nanti disparitas atau kesenjangan upahnya tinggi sekali," terangnya
Advertisement