Sukses

Nilai Tukar Petani Naik 0,63 Persen Sepanjang September 2019

Nilai Tukar Petani (NTP) adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani.

Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai tukar petani (NTP) pada September 2019 naik 0,63 persen menjadi 103,88 persen. Nilai Tukar Petani (NTP) adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani.

Kepala BPS Suharianto mengatakan, NTP merupakan salah satu indikator untuk mellhat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP Juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.

"Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan atau daya beli petani," ujar Suharianto saat memberi keterangan pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Selasa (1/10/2019).

Adapun NTP nasional pada September 2019 sebesar 103,88 atau naik 0,63 persen dibanding NTP bulan sebelumnya, dikarenakan Indeks Harga yang diterima petani naik sebesar 0,14 persen, sedangkan indeks harga yang dibayar petani turun sebesar 0,49 persen.

"Pada September 2019, NTP Jambi mengalami kenaikan tertinggi sebesar 2,27 persen dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya. Sebaliknya, NTP Provinsi Maluku Utara mengalami penurunan terbesar sekitar 1,56 persen dibandingkan penurunan NTP provinsi lainnya," jelas Suharianto.

Pada September 2019 terjadi deflasi perdesaan di Indonesia sebesar 0,73 persen, dengan penurunan indeks tertinggi terjadi pada kelompok bahan makanan.

Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) nasional pada September 2019 sebesar 113,31 atau naik sebesar 0,02 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya. Reporter: Anggun P. Situmorang

 

2 dari 2 halaman

BPS Catat Deflasi 0,27 Persen di September 2019

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,27 persen. Dengan demikian inflasi tahun kalender pada September 2019 terhadap Desember 2018 sebesar 2,20 persen, sementara inflasi tahun ke tahun sebesar 3,39 persen.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, berbagai komoditas menunjukkan penurunan harga sepanjang September 2019. Sebagian besar komoditas yang menunjukkan penurunan harga di antaranya cabai merah, cabai rawit, ayam ras dan telur ayam ras.

"Jadi bisa dilihat terjadinya deflasi lebih disebabkan penurunan harga bumbu bumbuan dan komoditas makanan," ujar Suharyanto di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Selasa (1/10).

Dari 82 kota di Indonesia, 70 kota mengalami deflasi sementara 12 kota mengalami inflasi. Adapun deflasi tertinggi terjadi di Sibolga sebesar 1,94 persen, yang paling rendah di Surabaya sebesar 0,02 persen.

"Sementara itu inflasi tertinggi terjadi di Meulaboh sebesar 0,91 persen, inflasi terendah terjadi di Watampone dan Palopo sebesar 0,01 persen. Meulaboh lebih disebabkan oleh kenaikan harga komoditas ikan," jelas Suhariyanto.

Adapun capaian inflasi pada September masih berada di bawah target yang ditetapkan oleh pemerintah dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar 3,5 persen. BPS berharap kondisi yang sama akan terjadi hingga akhir tahun.

"Deflasi tersebut masih berada di bawah target pemerintah. Kita berharap kondisi yang sama terjadi hingga akhir tahun. Meski Desember biasanya mengalami kenaikan untuk biaya anak sekolah, persiapan natal maupun tahun baru," tandas Suhariyanto.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com