Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan aturan terkait equity crowdfunding (ECF) POJK Nomor 37/POJK.04/2018 pada 31 Desember 2018. Dengan demikian permodalan urun dana tak lagi sembarangan.
Menurut Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi, lewat aturan tersebut pihaknya mengharuskan penyelenggara ECF mendapatkan izin dari OJK. Hingga saat ini baru satu penyelenggara ECF yang sudah mengantongi izin.
"Penyelenggaranya harus dapat izin dari OJK. Sudah ada 11 saat ini yang mendaftar ke OJK. Baru 1 yang sudah dapat izin yakni PT Santara Daya Inspiratama," kata dia, di Gedung OJK, Jakarta, Kamis (10/10/2019).
Advertisement
Baca Juga
Fakhri menjelaskan dengan menganalogikan seperti pasar modal. Pihak penyelenggara laiknya bursa efek, penerbit atau pihak yang membutuhkan dana sebagai perusahaan tercatat, sementara pemodal laiknya investor.
"Itu analogi saja tidak sama persis seperti pasar modal. Karena dari size investasi saja sudah berbeda," urai dia.
Penerbit yang ingin mengajukan urun dana, lanjut dia, harus melalui pihak penyelenggara yang sudah mendapatkan izin dari OJK. Sebab ada batasan dan aturan yang harus ditaati.
Harus Berbentuk PT
Dia menegaskan, meski hanya diperuntukan bagi usaha kecil atau mikro, penerbit tetap harus sudah berbentuk perseroan terbatas (PT). Penerbit tidak boleh dikendalikan secara langsung maupun tidak langsung oleh konglomerasi. Perusahaan terbuka maupun anak usahanya juga tidak diperkenankan untuk mengajukan ECF.
"Penerbit ini merupakan perusahaan dengan kekayaan maksimal Rp 10 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan)," tambahnya.
Laiknya perusahaan di pasar modal, penerbit juga harus menyampaikan laporan tahunan ke OJK dan masyarkat melalui penyelenggara. Syarat lain bagi penerbit, yaitu maksimal dana yang boleh dihimpun adalah Rp 10 miliar dengan jangka waktu 1 tahun. Jumlah pemegang saham penerbit tidak lebih dari 300 pihak.
"Jadi misalnya dia terbitkan terus batas waktunya kan 60 hari, lalu dia dapat Rp 2 miliar. Dia boleh terbitin lagi tahap dua. Terus begitu sampai Rp 10 miliar sampai 1 tahun. Boleh seperti itu, yang penting tidak boleh lebih dari Rp 10 miliar," tandas Fakhri.
Lantaran penerbitan ECF ini merupakan pelepasan saham, maka setiap tahunnya penerbit harus menjabarkan kinerja keuangan. Lalu penerbit harus memberikan dividen sesuai kepemilikan saham pemodal.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement