Sukses

Menteri Susi Resmikan Pembangunan 16 Proyek Prioritas Kelautan dan Perikanan

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meresmikan Cold Storage 1.000 ton di Penjaringan, Jakarta Utara.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meresmikan Cold Storage 1.000 ton yang merupakan salah satu prioritas pembangunan kelautan dan perikanan di Kawasan Perikanan Muara Baru, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

Tak hanya cold storage 1.000 ton, terhubung melalui video conference ke berbagai daerah lainnya, Menteri Susi juga meresmikan secara serentak 15 pembangunan prioritas kelautan dan perikanan lainnya dengan menandatangani prasasti digital.

Selain Cold Storage 1.000 ton, pembangunan prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) lainnya yang diresmikan adalah Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Sebatik, SKPT Merauke, SKPT Morotai, SKPT Talaud, SKPT Biak, SKPT Mimika.

Selain itu juga Pasar Ikan Modern (PIM) Bandung, Pabrik Pakan Pangandaran, Embung Pangandaran, Politeknik Kelautan dan Perikanan (Poltek KP) Bone, Poltek KP Kupang, Poltek KP Jembrana, Poltek KP Pangandaran, Akademi Komunitas Wakatobi, dan Kantor Karantina Wilayah Kerja Sebatik.

Pembangunan cold storage ini dianggap strategis untuk mengimbangi peningkatan produksi perikanan Indonesia yang terus terjadi dampak dari berbagai kebijakan pengelolaan perikanan KKP.

Seperti pada 2018, produksi perikanan Indonesia meningkat 1,41 persen menjadi 24,49 juta ton dari sebelumnya di 2017 sejumlah 24,15 juta ton. Hal ini merupakan dampak dari peningkatan sektor tangkap maupun budidaya yang masing-masing berkontribusi 1,64 persen dan 1,53 persen.

Pemilihan lokasi di kawasan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman, Provinsi DKI Jakarta bukan tanpa alasan. PPS Nizam Zachman merupakan pelabuhan perikanan yang menjadi pusat produksi ikan dan tujuan pendaratan ikan dari sentra-sentra produksi ikan di wilayah Indonesia, khususnya Indonesia bagian timur.

Selain itu, PPS Nizam Zachman juga merupakan pusat distribusi ikan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri dan konsumsi dalam negeri. Oleh karena itu, dibutuhkan fasilitas penyimpanan yang memadai dan mampu menjawab kebutuhan pasar.

Cold storage dengan kapasitas 1.000 ton ini akan digunakan untuk menampung ikan yang berasal dari sentra-sentra produksi sehingga pada saat musim ikan, tidak ada lagi ikan yang terbuang dan harga tidak jatuh," jelas Menteri Susi dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (12/10/2019).

"Sebaliknya, pada saat musim paceklik stok ikan di cold storage dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri dan konsumsi masyarakat. Dengan demikian, ketersediaan ikan sepanjang tahun dapat terjamin dan stabilisasi harga dapat dikendalikan,” lanjut dia.

Selain cold storage, untuk memelihara sistem rantai dingin, KKP juga telah menyerahkan bantuan lebih dari 600 unit ice flake machine ke berbagai sentra-sentra penangkapan ikan di Indonesia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 3 halaman

Untuk Nelayan Kecil

Sementara Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDS), Agus Suherman mengungkapkan, cold storage yang dibangun ini juga diperuntukkan bagi nelayan kecil dengan biaya sewa yang sangat murah sebesar Rp 25 per kg per hari.

“Dengan biaya sewa yang murah, diharapkan nelayan tidak lagi terkendala dengan tempat penyimpanan ikan berpendingin, sehingga menjamin kualitas secara jangka panjang," katanya.

Agus juga menyampaikan, cold storage ini tiga bulan masa percobaan akan dikelola oleh KKP. Selanjutnya, akan limpahkan kepada lembaga atau perusahaan BUMN sesuai ketentuan yang berlaku.

“Saat ini masih di kelola oleh KKP. Uji coba selama lebih kurang 3 bulan. Nanti setelahnya ditentukan pihak pengelolalnya,” tambahnya.

 

3 dari 3 halaman

SKPT Gerakkan Ekonomi Lokal

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Susi menjelaskan bahwa pembangunan SKPT merupakan salah satu implementasi Nawacita ke-3, yaitu “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”.

Hal ini juga sesuai dengan semangat mewujudkan sektor kelautan dan perikanan Indonesia yang mandiri, maju, kuat, dan berbasis kepentingan nasional.

“Pulau terdepan kita yang letaknya terluar atau di perbatasan, kehidupannya, kesejahteraannya sangat penting diperhatikan untuk strategi keamanan dan perdamaian Indonesia terutama regional. Kalau sampai ada pulau terdepan kita yang memilukan, menyedihkan, pertama, image Indonesia menjadi tidak bagus. Kedua, rawan nanti disusupi hal-hal yang tidak baik dari luar, misalnya sebagai tempat penyelundupan,” tutur Menteri Susi.

Ia menambahkan, pembangunan SKPT ini bertujuan untuk menggerakkan ekonomi lokal, dan juga menjaga ketahanan pangan. Selain itu, SKPT juga akan mendorong pendapatan devisa melalui ekspor, dan meningkatkan pendapatan masyarakat, serta mengatur tata niaga dan mengelola sektor kelautan dan perikanan dengan baik.

“Saya ingin membangun pulau terdepan ini bukan sebagai basis illegal fishing atau ilegal komoditi ekonomi dan lain sebagainya. Pulau terdepan kita harus menjadi sentra kegiatan ekonomi dan pertahanan negeri kita,” tegasnya.

“Kita punya 111 pulau terluar. Minimal 50-nya bisa menjadi sentra ekonomi Kelautan dan Perikanan. (Jika tercapai) itu luar biasa. Apalagi misalnya 20-nya bisa jadi sentra kelautan yang besar yang bisa menghasilkan devisa triliunan,” lanjutnya.

Harapan ini bukan tak terukur. Perkembangan yang menggembirakan telah terlihat di lokasi-lokasi SKPT yang telah berhasil menggerakkan ekonomi masyarakat lokal.

Sebut saja SKPT Natuna. Dalam kunjungan kerjanya ke Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau beberapa waktu lalu, Menteri Susi mengetahui fakta bahwa di SKPT Natuna, untuk produk gurita saja, Perum Perikanan Indonesia (Perindo) telah membeli hingga Rp 5 miliar per bulannya.

Jumlah tersebut belum termasuk nilai jual gurita yang dibeli oleh perusahaan-perusahaan lainnya. Belum lagi komoditas perikanan lainnya seperti kakap, tongkol, layang, dan lainnya.

Begitu pula di SKPT Sebatik yang baru diresmikan. Pada periode Januari hingga awal Oktober 2019, ekspor perikanannya sudah mencapai Rp1,5 triliun rupiah. Adapun SKPT Merauke yang telah bisa mengekspor hingga 15.000 ton produk perikanan.

“Jika 15.000 ton dikali dengan USD1 per kg, berarti sudah USD 15 juta. Nilai yang fantastis dan luar biasa,” cetusnya.

Ia berpendapat, keberadaan SKPT ini dapat menjadi tempat bisnis komoditi perikanan yang memberikan masukan devisa bagi negara. Namun, Indonesia masih memiliki PR untuk membuka akses langsung ekspor dari sentra-sentra perikanan tersebut ke negara tujuan ekspor.

“Jangan sampai kontainer dari Natuna harus bawa ke Jakarta, dari Jakarta baru ke Jepang. Padahal Natuna - Jepang lebih dekat,” imbuhnya.

Dari beberapa lokasi SKPT yang baru diresmikan, terdapat beberapa yang belum dapat melakukan ekspor. Untuk itu, Menteri Susi mendorong agar pemerintah daerah segera menjalin kerja sama dan MoU guna mendorong geliat usaha perikanan untuk memanfaatkan potensi yang besar di daerah. Seperti yang terjadi di SKPT Mimika.