Sukses

Pabrikan Rokok Kecil Minta Pemerintah Adil Kenakan Cukai

Ini agar kecurangan yang dilakukan oleh pabrikan rokok besar asing dapat diminimalisir.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi perusahaan rokok kecil yang tergabung dalam Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) mendesak Pemerintah agar merumuskan kebijakan cukai yang adil agar upaya-upaya pensiasatan maupun kecurangan yang dilakukan oleh pabrikan rokok besar asing dapat diminimalisir.

Cara yang dapat dilakukan yakni dengan menggabungkan Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) supaya produksinya menjadi 3 miliar batang per tahun sehingga pabrikan besar membayar tarif cukai rokok tertinggi, yakni golongan 1.

“Pengabungan SKM dan SPM supaya pabrik rokok besar asing mainnya harus di atas. Ada pabrik besar asing produk SKM-nya golongan satu, tapi SPM masuk layer dua. Itu perusahaan asing dan golongan gede, tapi bayarnya sama dengan saya (perusahaan kecil),” ujar Ketua Harian Formasi Heri Susianto dalam keterangan tertulis di Jakarta (14/10/2019).

Menurut Heri, siasat yang digunakan dengan membatasi volume produksinya agar tetap di  bawah golongan 1, yakni 3 miliar batang per tahun, sehingga terhindar dari kewajiban membayar tarif cukai tertinggi. Padahal tarif cukai golongan 2 SPM dan SKM lebih murah sekitar 50 persen–60 persen dibandingkan golongan I.

“Kondisi ini sama halnya naik transportasi kelas bisnis tapi bayarnya ekonomi,” kata Heri.

Heri menyatakan tarif cukai di segmen SPM yang memiliki ketimpangan sosial sehingga menekan pabrikan kecil. Permasalahan tarif murah juga terjadi di segmen SKM.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Potensi Kehilangan Pendapatan Negara

Sebelumnya Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) merilis data adanya potensi kehilangan pendapatan negara akibat pabrikan rokok besar membayar tarif cukai murah mencapai Rp 926 miliar.

Data INDEF bahkan menunjukkan terdapat pabrikan asing yang memproduksi SPM sebanyak 2,9 miliar batang atau hanya 100 ribu di bawah batas 3 miliar batang agar mereka terhindar dari cukai tertinggi dan cukup membayar tarif golongan 2 yang nilainya juh lebih murah.

“Dia menahan produksi, lalu gantinya dia menciptakan merek baru. Padahal kalau ditotal jumlahnya lebih dari tiga miliar batang,” jelas Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad.

Oleh karena itu sejumlah kalangan mendesak Pemerintah menggabungkan batasan produksi SKM dan SPM. Kebijakan ini bukanlah menggabungkan cukai SKM dan SPM dalam satu tarif.

Akan tetapi, pabrikan manapun yang jumlah produksi SKM dan SPM secara kumulatif telah mencapai tiga miliar batang harus dikenakan tarif cukai tertinggi di masing-masing kategori karena mereka termasuk perusahaan besar.