Sukses

Neraca Dagang Indonesia Defisit USD 160 Juta di September

Defisit tersebut disebabkan oleh defisit sektor migas sebesar USD 761 juta dan surplus non migas sebesar USD 601 juta.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada September 2019 sebesar USD 160 juta. Defisit tersebut disebabkan oleh defisit sektor migas sebesar USD 761 juta dan surplus non migas sebesar USD 601 juta.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, defisit neraca perdagangan Indonesia sejak awal tahun hingga September 2019 telah mencapai USD 1,9 miliar. Angka ini akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kuartal III tahun ini.

"Neraca dagang mengalami defisit sebesar USD 0,16 miliar atau USD 160 juta. Posisi tahun lalu periode yang sama surplus, tahun ini defisit. Angka pertumbuhan ekonomi pada kuartal III akan dipengaruhi oleh defisit ini," ujarnya di Kantor BPS, Jakarta, Selasa (15/10).

Suhariyanto mengatakan, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus terbesar terhadap Amerika Serikat, kemudian India lalu disusul oleh Belanda. Sementara itu, neraca perdagangan mengalami defisit terhadap Australia, Thailand dan Tiongkok.

"Untuk Amerika Serikat kita surplus USD 6,8 miliar, India turun tipis menjadi USD 5 miliar dan juga Belanda. Tetapi kita juga masih defisit terbesar kepada Tiongkok, lalu terhadap Thailand dan juga Australia," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Menko Darmin Sebut Neraca Perdagangan jadi Kelemahan Indonesia

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution membuka Seminar Nasional Transformasi Ekonomi untuk Indonesia Maju dalam rangka peringatan ulang tahun Kementerian Koordinator bidang Perekonomian yang Ke-53. Dalam kesempatan tersebut, dia memaparkan kondisi ekonomi Indonesia terkini.

Menko Darmin mengatakan, dalam empat tahun pemerintahan Jokowi-JK semua indikator perekonomian menunjukkan perbaikan termasuk pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, kemiskinan dan gini ratio. Namun, masih ada satu pekerjaan yang belum menunjukkan performa positif seperti neraca pedagangan.

"Dalam pembangunan ekonomi itu bisa dikatakan pertumbuhan ekonomi kita bisa disebut pertumbuhan sehat tapi ekonomi sosialnya membaik. Tentu tidak berarti kita mengatakan semua beres. Kita semua tahu dibidang perdagangan internasional, indikator neraca perdagangan saya kira titik lemah kita yang utama," ujar Menko Darmin di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (9/8).

Dia melanjutkan, memasuki tahun kelima pemerintahan Jokowi-JK, pertumbuhan ekonomi secara perlahan terus naik diangka 5 persen walau masih menghadapi banyak tantangan. Sementara itu, inflasi terjaga pada angka 3 persen.

"Pemerintahan Pak Jokowi memasuki tahun kelima. Kalau kita lihat kinerjanya kita mampu mewujudkan pertumbuhan mungkin bukan yang paling tinggi tapi cukup baik diantara berbagai negara dalam lingkungan global yang sedang bergejolak. Bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang lebih baik tapi juga ada satu hal yang bisa kita wujudkan dengan baik yaitu inflasi," jelasnya.

Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut menambahkan, di atas semua pencapaian tersebut Indonesia kini tengah memasuki periode bonus demografi. Hal tersebut harus dimanfaatkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

"Diatas semua itu, Indonesia sedang memasuki suatu masa yang dikatakan analis sebagai periode terjadi bonus demografi. Dengan pertumbuhan 5 persen, apakah kita sudah mampu menyelesaikan atau memanfaatkan bonus demografi tersebut? Pertumbuhan angkatan kerja kita berada diatas 3 persenan. Dan itu dibutuhkan pertumbuhan lebih tinggi," tandasnya.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com 

3 dari 3 halaman

Surplus Neraca Perdagangan Harus Dijaga

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada Mei 2019 mengalami surplus sebesar USD 0,21 miliar. Realisasi ini membaik dari posisi neraca perdagangan April 2019 yang defisit sebesar USD 2,5 miliar.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, surplus tersebut masih ditopang oleh surplus di sektor nonmigas. Surplus nonmigas kemudian menutupi defisit neraca perdagangan migas.

Diketahui berdasarkan data BPS, pada komoditas nonmigas tercatat surplus sebesar USD 1,18 miliar. Sedangkan, migas mengalami defisit sebesar USD 977,8 juta.

"Ekspor memang naik relatif tinggi sehingga nonmigas surplusnya ya cukup menutup defisit di migasnya," ungkapnya saat ditemui, di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (24/6/2019).

Dia mengakui bahwa surplus neraca perdagangan merupakan perkembangan yang cukup positif. Meskipun demikian, mantan Gubernur BI ini menganggap nilai surplus neraca perdagangan yang terjadi pada bulan Mei 2019 masih harus dijaga kinerja agar dapat terus berlanjut ke waktu yang akan datang.

"Masih sulitlah untuk mengatakan akan terus apa tidak, tetapi ini perkembangan yang baik," tandasnya.