Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan dan Centre for Promotion of Imports from Developing Countries (CBI) menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) untuk menunjang ekspor produk dekorasi rumah (home decoration) Indonesia ke Belanda. Ekspor produk home decor di Indonesia ditargetkan naik kelas lewat program ini.
Segi tanggung jawab sosial, seperti ramah lingkungan dan produksi bebas dari pekerja anak merupakan faktor penting dalam MoU ini, sebab konsumen Eropa mulai memantau terhadap proses produk dibuat. Pihak CBI pun membantu UKM Indonesia menyelesaikan tantangan itu agar kualitas produk naik kelas.
"Produk kita sebenarnya bagus, cuma perusahaan kita di sini banyak kurang informasi mengenai permintaan market di sana seperti apa, karena kita cuman fokus ke produk, (padahal) ada sertifikasi dan sustainability," jelas Liena Mahalli, local sector expert CBI.
Advertisement
Baca Juga
Ia mengingatkan faktor tanggung jawab sosial dan sertifikasi amat penting agar produk bisa naik kelas menuju premium. Jika tidak, maka produk home decor Indonesia malah akan terjebak di kelas menengah dan hanya bersaing dengan produk China dan Vietnam.
Sementara, bila naik kelas maka produk dekorasi rumah Indonesia bisa bersaing dengan produsen lokal Eropa, seperti Polandia.
Wakil Dubes Belanda Ardi Stoios-Braken turut membenarkan bahwa permintaan konsumen Belanda sudah fokus ke dampak sosial produk, seperti terkait lingkungan. Belanda sendiri merupakan market share terbesar bagi Indonesia di Eropa untuk ekspor produk dekorasi rumah, yakni 22,5 persen.
Stoios-Braken juga merasa tersanjung karena MoU ini ditandatangani tak lama setelah kunjungan Perdana Menteri Mark Rutte ke Indonesia.
"Salah satu tujuan besar dalam kunjungan itu adalah mengkonfirmasi kembali relasi kuat yang eksis antara kedua negara, dan juga ke depannya menekankan kolaborasi dagang, dan salah bentuknya adalah bekerja sama untuk mempromosikan barang dagang dari Indonesia menuju Belanda dan Eropa," jelasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ekspor Produk Mebel Terhambat Aturan Legalitas Kayu
Produsen mebel dan kerajinan nasioan optimis optimistis bahwa industri ini akan terus mengalami pertumbuhan. Dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki bisa dikelola dengan baik, Indonesia bisa menjadi pemimpin (leader) untuk industri mebel dan kerajinan di kawasan ASEAN.
Sekretaris Jenderal Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengatakan, dengan ketersediaan bahan baku hasil hutan yang melimpah, sumber daya manusia yang terampil dalam jumlah besar, industri mebel dan kerajina seharusnya menjadi industri yang kuat.Â
Namun sayangnya, masih adanya kebijakan kontraproduktif yang membuat industri mebel dan kerajinan Indonesia kurang berkembang. Salah satunta karena adanya sistem verifikasi dan legalitas kayu (SVLK) yang diberlakukan pemerintah.
"Hal ini membuat harga bahan baku bagi industri kayu tak kompetitif dibanding pesaing kita seperti Malaysia dan Vietnam karena untuk mengurus SVLK dan beberapa ijin pendukungnya membutuhkan biaya yang sangat besar," ujar dia di Jakarta, Senin (29/7/2019).
Untuk itu, kalangan pengusaha yang bergerak di sektor industri mebel dan kerajinan yang tergabung dalam HIMKI telah meminta pemerintah untuk menghapus pemberlakuan SVLK untuk industri mebel dan kerajinan. Penerapan kebijakan SVLK berdampak pada tidak maksimalnya kinerja ekspor mebel nasional mengingat rumit dan mahalnya pengurusan dokumen tersebut.
"Padahal saat ini industri mebel tengah bersaing ketat dengan pelaku industri mebel mancanegara seperti Malaysia, Vietnam, China dan negara-negara produsen di kawasan Eropa dan Amerika," kata dia.Â
Advertisement
Genjot Ekspor Mebel, Indonesia Harus Benahi Industri Hilir Kayu
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core), Mohammad Faisal mengatakan, Indonesia perlu mengubah pembangunan industri manufaktur ke depan. Hal ini karena industri manufaktur Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain.Â
Padahal, Indonesia memiliki bahan baku dan modal seperti kayu yang cukup besar. Bahkan Indonesia tercatat sebagai salah satu negara pengekspor kayu terbesar di dunia.
"Pekerjaan ke depan adalah bagaimana membangun industri manufaktur. Membangun industri kita punya banyak modal terutama kayu. Kita adalah salah satu ekportir kayu terbesar di dunia bahkan nomor satu," ujar Faisal di Hongkong Cafe, Jakarta, Selasa (9/4/2019).
Prestasi mengekspor kayu ini nyatanya tidak membuat Indonesia menjadi negara pengekspor bahan olahan kayu atau furniture terbesar di dunia. Data terakhir menunjukkan, peringkat ekspor furnitur Indonesia turun 5 tingkat ke peringkat 17 di dunia.Â
"Tapi kalau dibandingkan dengan sebelumnya peringkat pengekspor furniture, kita bukan eksportir furniture nomor satu. Kita bahkan turun rangkingnya menjadi 17 dari sebelumnya 12," ujar Faisal.Â
Faisal melanjutkan, selama ini kayu Indonesia sebagian besar di ekspor ke China. Hal ini kemudian membuat negara tersebut menjadi negara pengelola kayu terbesar di dunia.Â
"Kemana kayu kita di ekspor? Itu ke China. China lah yang mengelola kayu menjadi furniture. China bahkan menjadi negara nomor satu pengekspor furniture di dunia. Untuk itu dengan melihat fakta ini, kita perlu membangun industri hilir dalam hal ini kayu," ujar dia.
Â
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com