Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat sebentar lagi tak perlu repot memantau ujaran kebencian para PNS di muka umum. Pemerintah kini sedang mengkaji tim yang mengawasi PNS yang terlibat ujaran kebencian, radikalisasi, hingga politik praktis.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria Wibisana menyebut masih banyak banyak oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat isu ujaran kebencian, tidak mengakui Pancasila sebagai ideologi, serta terlibat politik praktis. Itu dinilai tidak sesuai dengan prinsip nilai dasar profesi sebagai pegawai negeri, sehingga kehadiran tim khusus dibutuhkan.
Advertisement
Baca Juga
“Tim atau satuan tugas yang terdiri dari lintas Kementerian/Lembaga (K/L) nantinya diharapkan memiliki fungsi untuk mengawasi dan membina ASN agar selalu dapat mengamalkan prinsip nilai dasar serta landasan profesi ASN lainnya,” jelas Bima dalam keterangan resminya, Kamis (17/10/2019).
UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara sejatinya sudah menegaskan bahwa PNS tidak boleh terlibat dalam ujaran kebencian baik secara langsung maupun online. Ujaran yang dilarang seperti hoaks, provokasi, serta kebencian dalam hal ideologi negara dan SARA.
Tak hanya membuat konten kebencian, PNS juga dilarang menyebarkan konten tersebut, maupun sekadar memberikan likes atau retweet di media sosial. Hukuman disiplin ringan dan berat pun menanti pihak pelanggar. Tiga kementerian pun mendukung rencana ini.
Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Rosarita Niken Widiastuti, mengatakan Kemkominfo mendukung penuh pembentukan hal ini dan akan menyiapkan fasilitas pendukung yang selama ini menjadi tugas dan fungsi Kemkominfo.
“Kemkominfo akan siap mendukung tim kerja dengan menyediakan fasilitas kanal aduan berbasis teknologi informasi serta sosialisasi di saluran elektronik milik pemerintah, seperti Televisi Republik Indonesia (TVRI),” jelasnya.
Sementara, deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), Setiawan Wangsaatmaja akan segera menyusun landasan hukum dan kerangka tim kerja. Ia berkata program ini demi mendorong fungsi PNS sebagai perekat dan pemersatu bangsa.
“Sebelum tim kerja terbentuk, tentu Pemerintah perlu menerima masukan dari beberapa pihak, untuk hal-hal yang memang selama ini ada di area abu-abu,” terangnya.
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Mencegah Politik Praktis
Direktur Fasilitasi Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah, Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Makmur Marbun mendukung penuh pembentukan tim ini. Pihaknya mengakui, hal itu dapat mencegah politisasi ASN pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2020 medatang.
“Bersama BKN, efektif per Desember 2019, Kemdagri resmi menerapkan e-Mutasi bagi seluruh Instansi Daerah. Hal ini untuk mencegah proses mutasi yang sarat politis pasca terpilihnya Kepala Daerah,” ujarnya.
Sebagai informasi, berikut jenis ujaran PNS yang bisa kena sanksi disiplin:
Advertisement
Daftar Perbuatan
Berikut daftar larangan ujaran kebencian, provokasi, dan hoaks bagi PNS berdasarkan surat edaran BKN:
a) Menyampaikan pendapat di muka umum baik secara lisan maupun tertulis, yang dilakukan secara langsung maupun melalui media sosial atau media lainnya, seperti spanduk, poster, baliho yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta Pemerintah.
b) Menyampaikan pendapat di muka umum baik secara lisan maupun tertulis yang dilakukan secara langsung maupun melalui media sosial atau media lainnya seperti spanduk, poster, baliho yang bermuatan kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
c) Menyebarluaskan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b) baik secara langsung maupun melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, regram, dan sejenisnya).
d) Mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta Pemerintah.
e) Mengikuti atau menghadiri kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta Pemerintah.
f) Menanggapi atau mendukung sebagai tanda setuju pendapat sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b) dengan memberikan likes, love, retweet, regram, atau comment di media sosial.