Sukses

Menteri Bambang Pertimbangkan Permintaan Suku Dayak Soal Lahan Ibu Kota Baru

Pembangunan ibu kota baru nantinya tidak hanya infrastruktur tetapi juga penyangga seperti masyarakat lokal.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Adat Dayak Nasional meminta pemerintah memberikan jaminan atas tanah dan hutan adat seiring dengan rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. Majelis tersebut meminta agar masyarakat adat diberikan lahan 5 hektare (Ha) untuk tanah adat dan 10 ha untuk hutan adat.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan, permintaan tersebut akan disampaikan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang untuk dipertimbangkan. Sebab kementerian tersebut yang berwenang mengatur alokasi lahan.

"Tentunya nanti akan kami sampaikan Kementerian ATR/BPN untuk melihat akomodasi dari permintaan tersebut. Tapi pada intinya yang sudah kami sampaikan masyarakat secara umum," ujar Bambang di Kantor Bappenas, Jakarta, Kamis (17/10/2019).

Bambang melanjutkan, pembangunan ibu kota baru nantinya tidak hanya infrastruktur tetapi juga penyangga seperti masyarakat lokal. Pemerintah nantinya akan mengupayakan agar masyarakat Kalimantan mampu berbaur dengan ibu kota.

"Yang dibangun nanti tidak hanya di dalam wilayah ibu kota negara saja tapi juga mencakup daerah penyangga, sekelilingnya, termasuk bagaimana caranya membangun masyarakat lokal, sehingga masyarakat lokal nanti bisa berbaur dengan mudah di ibu kota baru tersebut," jelasnya.

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

2 dari 2 halaman

Permintaan Suku Dayak

Sebelumnya, Wakil Bendahara Umum Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) Dagut H Djunas berharap pemerintah bisa memberikan lahan seluas 5 hektare (Ha) per keluarga kepada masyarakat Suku Dayak terkait rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur.

Dagut menjelaskan saat ini masyarakat Suku Dayak semakin terjepit karena lahan dan hutan adat yang merupakan sumber penghidupan mereka semakin sedikit sebab banyak investor mengembangkan lahan kelapa sawit, tambang, dan hutan.

“Masyarakat kami ingin punya tanah 5 hektare setiap keluarga dan punya sertifikat gratis,” katanya dikutip dari Antara, Kamis (17/10/2019). 

Menurut Dagut, pihaknya menyadari bahwa masyarakat Suku Dayak mungkin tidak akan mampu untuk mengolah lahan itu sendiri namun pemerintah bisa berkoordinasi dengan investor agar mau bekerja sama dengan warga setempat.

“Kami menyadari mungkin kami tidak mampu menggarap 5 Ha tetapi kehadiran investor bisa dibuat kerja sama sehingga masyarakat menghasilkan untuk kebutuhan hidupnya,” ujarnya.

Selain itu, ia menuturkan masyarakat Dayak juga ingin pemerintah menyiapkan hutan adat minimal 10 hektare karena sebanyak 285 desa sudah tidak memiliki hutan adat lagi karena sudah tergantikan oleh perkebunan sawit.

“Itu membuat munculnya forum koordinasi Tani Dayak Misik yang sekarang sudah dibentuk kelompok di 870 desa yang terletak di Kalimantan Tengah dari total 1.560 desa,” katanya.

Terkait hutan adat tersebut pihaknya ingin pemerintah menjamin empat hak masyarakat adat yaitu berburu, memungut hasil hutan, meramut, dan keperluan religius.

Senada dengan Dagut, Ketua Forum Intelektual Dayak Nasional (FIDN) Jiuhardi menjelaskan berdasarkan kajian dari seluruh petinggi adat di Kalimantan Timur menyepakati usulan lahan bagi Suku Dayak seluas 2.700 hektare.

“Itu lah kebijakan pemerintah pusat sebagai lokal wisdom bagi kami. Walaupun itu tanah apa tapi sudah dipatok untuk kepentingan Dayak,” katanya.

Di sisi lain MADN dan FIDN kompak menyatakan bahwa seluruh masyarakat Suku Dayak sangat menyambut positif rencana pemerintah untuk memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur.

Video Terkini