Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK), mengungkapkan alasan sulitnya Indonesia untuk mencapai swasembada pangan. Menurut JK, persoalan utamanya adalah dikarenakan jumlah populasi penduduk Indonesia yang cukup banyak yang kemudian tak diiringi dengan lahan persawahan yang cukup.
JK mengatakan, dengan populasi penduduk Indonesia yang mencapai 260 juta orang tidak mungkin bisa berhasil melakukan swasembada pangan. Apalagi konidisi persawahan di Tanah Air setiap harinya semakin menurun.
"Penduduk sekarang 260 juta, sawahnya berapa? jadi sebenernya kita lebih baik, karena tapi sawahnya turun, ya gimana mau swasembada," jelas dia dalam acara Dialog Bersama 100 Ekonom, di Jakarta, Kamis (17/10).
Advertisement
Baca Juga
Lantas kondisi ini berbanding terbalik jika dibandingkan era Pemerintahan Soeharto pada masa itu. JK menilai, swasembada yang dilakukan di masa Presiden Soeharto berhasil dikarenakan populasi penduduk saat itu tidak seperti terjadi sekarang.
"Dulu jaman Pak Harto, swasembada. Dulu penduduknya 130 juta, sawah kita 10 juta hektar. Produktiviitas 3 ton per hektar swasembada lah," jelas JK.
Dia pun berharap, ke depannya Indonesia dapat mendulang kejayaannya dalam swasembada pangan seperti tahun-tahun lalu. Apalagi, saat ini tengah didukung oleh perkembangan teknologi.
"Mudah-mudahan tahun ni tetep oke. Makanya, teknolgi ini penting untuk menyelamatkan bangsa ini," tandasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Â
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tak Mudah Mencapai Swasembada
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengakui tidak mudah untuk melakukan swasembada gula. Sebab butuh kebijakan komprehensif untuk jangka panjang demi mewujudkan cita-cita swasembada gula.
Darmin mengatakan persoalan berat adalah bagaimana menghentikan impor gula itu sendiri. Karena kebutuhan gula dalam negeri sendiri dirasa belum cukup, dikarenakan selama berpuluh-puluh tahun pabrik gula rafinasi hanya mengolah gula kristal mentah menjadi gula industri.
"Sehingga kalau anda lihat hampir pabrik gula rafinasi adanya di dekat pelabuhan, karena otaknya mau mengimpor karena waktu itu pikirannya begitu," kata dia di Kantornya, Jakarta, Selasa (3/9).
Â
Advertisement