Liputan6.com, Jakarta Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menginginkan agar seluruh masyarakat dapat melihat persoalan ekonomi yang terjadi di Indonesia saat ini tidak hanya dari satu sisi. Kondisi ekonomi harus ditinjau secara menyeluruh, hingga pada akar persoalan.
“Kalau kita berbicara tentang ekonomi Indonesia, tentu tidak lengkap kalau kita tidak berbicara ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Kita juga harus melihat apa korelasi sistem ekonomi di dunia kepada Indonesia,” kata JK dalam acara Dialog Bersama 100 Ekonom, di Jakarta, Kamis (17/10/2019).
Menurut JK, sistem ekonomi dunia saat ini bahkan sedang mengalami perubahan besar-besaran. Perusahaan raksasa di dunia tak lagi berkecimpung dalam sektor energi atau perbankan seperti Saudi Aramco, Exxon, atau pun Citibank.
Advertisement
“Dan apa efeknya kepada kita maka tentu akan menjadi suatu perubahan di dunia. Teknologi, climact change berubah semuanya. Dulu bisnis atau perusahaan itu enegri, Exxon, Aramco dan sebagainya, atau perbankan seperti Citibank segala macam. Itulah multi nasional company yang hebat,” jelas dia.
Dia juga menyinggung mengenenai konflik di berbagai belahan dunia seperti Brexit, perang Dagang Amerika Serikat (AS) dan China, hingga yang lainnya. Menurutnya, Indonesia punya pilihan untuk mengambil keuntungan dalam berbagai konflik tersebut atau justru ikut mengalami kerugian.
“Asia Tenggara mempunyai dua kemungkinan, bisa mencari keuntungan dari trade war atau mengalami kerugian dari trade war,” ujarnya
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Ekonom Beberkan Kelemahan Kepemimpinan Jokowi Selama 5 Tahun
Ekonom Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai kinerja kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah baik. Namun, ada kelemahan yang harus diperbaiki untuk masa jabatan yang akan datang.
Kelemahan tersebut adalah strategi. Piter menilai, Jokowi memiliki fokus tujuan pembangunan, namun tidak memiliki strategi yang matang dalam perencanaan hingga pelaksanaan visi tersebut.
"Jadi yang kita harapkan itu, ya, itu. Strategi. Itu yang lemah di periode ini. Pak Presiden hanya menentukan tujuan, membangun infrastruktur, tapi tidak jelas mau kemana. Sehingga ketika sudah siap, pemanfaatannya minim," tutur Piter saat ditemui di Jakarta, Kamis (17/10/2019).
Baca Juga
Lebih lanjut, Piter menilai kejelasan strategi akan membantu pemimpin negara menentukan orang-orang yang tepat untuk menjalankan misinya. Misalnya, kalau strategi ekonominya bersifat berani, maka jangan mencari orang yang cari aman. Begitu pula sebaliknya, jika strategi ekonominya agar stabil dan aman, jangan mencari orang yang berani dan menerobos.
Piter kemudian menyebutkan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani tidak memiliki strategi yang jelas. Dia mencontohkan salah satu kebijakan Menkeu, yaitu pemberian insentif pajak.
"Bu Menkeu beri insentif pajak yang banyak, tapi target penerimaan dinaikkan. Itu bagaimana? Artinya target penerimaan tidak bisa dipacu sebesar itu. Karena target penerimaan ditekan, ini justru mengurangi, kalau pajak ditingkatkan maka peluang konsumsi dan investasi menurun, dan dampaknya ke pertumbuhan ekonomi menurun," ujarnya.
Oleh karena itu, Piter menilai Sri Mulyani lebih cocok menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Itu lebih sesuai dengan aura dan wibawanya.
"Kalau jadi Menkeu, mohon maaf menurut saya tidak (cocok). Bagusnya, jadi Menko. Wibawanya, bisa menghandle, itu lebih sesuai," tutup Piter.
Advertisement