Sukses

Ekonom Minta Presiden Jokowi Keluarkan Perpu KPK

Keluarnya perpu tersebut paling tidak bisa menenangkan masyarakat utamanya yang kontra akan hasil revisi UU KPK tersebut.

Liputan6.com, Jakarta Hasil revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) resmi berlaku pada hari ini. Sesuai dengan legislasi yang ada, UU akan berlaku sebulan setelah naskah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan atau tanpa ditandatangani Presiden Joko Widodo.

Padahal, sejumlah pihak yang kontra terhadap revisi UU KPK ini terus mendesak agar Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu. Namun, hingga revisi UU KPK ini berlaku, belum juga ada tanda-tanda Perpu dikeluarkan dari kepala negara.

Sejumlah ekonom pun ikut mendesak agar Presiden Jokowi segera mengeluarkan perpu. Salah satu yang ikut mendesak, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah menekankan, sikap para ekonom hari ini sebetulnya menginginkan agar tidak terjadi lagi kegaduhan di publik.

"Gini kita ke depan itu memerlukan kondisi yang kondusif kita bisa liat sendiri beberapa bulan terakhir ini isu mengenai pelemahan KPK itu sangat mengganggu bahkan kita sudah sangat kehilangan putra putra terbaik kita dan ada korban nyawa dan itu sangat mengganggu. ekonomi itu tidak bisa diganggu seperti itu," jelas dia di Jakarta, Kamis (17/10/2019).

Piter berharap dengan keluarnya perpu tersebut paling tidak bisa menenangkan masyarakat utamanya yang kontra akan hasil revisi UU KPK tersebut. Untuk itu, dia mendesak presiden segera mengeluarkan perpu.

"Karena selama itu tidak dihentikan maka akan terus gaduh dan kalau itu terus gaduh pak presiden ini akan diganggu oleh persoalan tidak kondusif dan positif," jelas dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp10 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

2 dari 2 halaman

Lemahkan KPK

Dia pun mengaku khawatir apabila aturan ini dibiarkan akan melemahkan KPK. Sehingga dampak dari hal tersebut akan meluas dan menyebakan daya saing Indonesia menurun.

"Gak ada di satu negara manapun yang korupsi itu berdampak postif terhadap perekonomian itu gak ada. Itu simple cara berpikirnya karena dia benar-benar menghambat menyebabkan semua jadi tidak pasti," tandasnya.