Sukses

Ditjen PSP Kementan: Konversi Lahan Ancam Ketahanan Nasional

Aturan untuk menahan laju konversi lahan pertanian sudah ada, tinggal dijalankan dengan baik dan benar.

Liputan6.com, Jakarta Undang-undang, Keputusan Menteri dan aturan lain yang telah diterbitkan merupakan cara pemerintah untuk mengatur konversi lahan pertanian. Namun nyatanya masih banyak terjadi alih fungsi lahan pertanian. 

Upaya pencegahan alih fungsi lahan pertanian pun sebenarnya bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau Kementan. Tapi juga semua pemangku kepentingan. Demikian ditegaskan Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy. 

"Sekarang ini yang dibutuhkan adalah konsistensi dan komitmen para pemangku kepentingan, terutama pemerintah daerah untuk menerapkan (law enforcement) dengan baik dan benar tentang aturan tersebut," kata Sarwo Edhy, Rabu (16/10).

Dia menyebut, selama ini sudah ada UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Pelindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, beserta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Berkelanjutan.

Selain itu, ada pula PP Nomor 12 Tahun 2012 tentang Insentif, PP Nomor 21 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Berkelanjutan. Juga ada UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang beserta PP-nya.

"Aturan untuk menahan laju konversi lahan pertanian sudah ada, tinggal dijalankan dengan baik dan benar," tegas Sarwo Edhy.

Kehadiran Perpres 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah diharapkan dapat menekan laju konversi lahan pertanian ke non-pertanian. Alasannya, dalam Perpres ini pemerintah pusat memberikan insentif kepada petani yang lahannya ditetapkan sebagai sawah abadi atau masuk dalam Peta Lahan Sawah Dilindungi (PLSD).

Sarwo Edhy mengatakan, luas alih fungsi lahan pangan (khususnya sawah menjadi non sawah) semakin meningkat pesat. Dari tahun ke tahun konversi lahan meningkat sejalan dengan pertumbuhan industri dan perumahan.

"Konversi lahan ini berpotensi mempengaruhi produksi padi nasional dan mengancam ketahanan pangan nasional," katanya.

Menurutnya, pengendalian alih fungsi lahan sawah merupakan salah satu strategi peningkatan produksi padi dalam negeri. Sehingga perlu dilakukan percepatan penetapan PLSD dan pengendalian alih fungsi lahan sawah sebagai program strategis nasional.

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2019--yang ditetapkan Presiden Jokowi pada 6 September 2019 dan diundangkan pada 12 September 2019, menjadi payung hukum pengendalian alih fungsi lahan sawah.

"Kehadiran Perpres ini menegaskan pentingnya perlindungan lahan pertanian di daerah sebagai lahan abadi yang tidak boleh dilakukan alih fungsi apapun," cetusnya.

Diharapkan, berbagai perlindungan untuk mempertahankan lahan juga dilakukan oleh daerah yang peduli mengenai isu alih fungsi lahan tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Daerah setingkat Bupati.

Pemerintah Daerah (Pemda) harus memiliki komitmen yang sama untuk mempertahankan lahan sawahnya. Salah satu contoh baik adalah Pemda Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pemkab Sukabumi telah menerbitkan Perda (Peraturan Daerah) Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan.

Sarwo Edhy juga menyebutkan, Perpres yang diteken Presiden Jokowi merupakan hasil kerja tim terpadu dari Kementerian ATR/BPN, Kementerian PUPR, Kementan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian LHK dan kementerian terkait lainnya.

Jadi peran strategis Kementan melalui Ditjen PSP dalam upaya pengendalian alih fungsi lahan sawah adalah mengawal verifikasi serta sinkronisasi lahan sawah dan penetapan peta lahan sawah yang dilindungi.

Selain itu, Kementan juga terlibat dalam mengawal pengintegrasian lahan sawah yang dilindungi untuk ditetapkan menjadi LP2B (Lahan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan) di dalam Perda RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota, sehingga UU 41 Nomor 2009 dan aturan turunannya dapat dilaksanakan lebih optimal.

Ditjen PSP sendiri telah mengoptimalkan program LP2B di 16 provinsi, yaitu Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan.

"Setelah itu, dibuat kajian alih fungsi lahan yang meliputi alih fungsi lahan sawah aktual, rencana alih fungsi lahan dan alih fungsi lahan secara legal," tuturnya.

Sementara, pelaksanaan kajian alih fungsi lahan dan pemetaan LP2B dengan swakelola IPL (kerjasama dengan instansi lain) atau swakelola mandiri ditargetkan secepatnya diselesaikan dan dikoordinasikan dengan instansi terkait lainnya.

 

 

(*)