Liputan6.com, Jakarta - Merapatnya Gerindra ke kubu Jokowi dikhawatirkan banyak orang akan menghilangkan check and balance pemerintahan. Sebab oposisi mendapat kursi jabatan dalam struktur pemerintahan.
Lalu bagaimana dampaknya terhadap perekonomian RI?
Baca Juga
Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE), Piter Abdullah Redjalam mengatakan dari kacamata ekonomi hal tersebut justru merupakan sinyal yang positif.
Advertisement
Dia menjelaskan, dengan merapatnya oposisi dalam pemerintahan dapat menambah fokus perbaikan ekonomi.
"Kalau fokus di ekonomi rekonsilliasi politik itu dimasukan sebagai peluang. Karena akan membuat pemerintah bisa fokus," kata Piter dalam acara diskusi Economy Outlook 2020, di Menara BCA, Jakarta, Jumat (18/10).
Kondisi ini, lanjutnya, akan menciptakan kondisi yang damai sehingga dapat membuat pemerintah Jokowi bekerja lebih fokus. Gemuknya partai koalisi pun dinilai tidak akan menciptakan abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan.
"Apakah membuat abuse of power?. Politk itu cair. Dia bisa gabung dalam pemerintahan tapi tetap bisa melakukan counter atau kritik. Sistem kita sudah demokrasi," ujarnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Selanjutnya
Seperti diketahui, Jokowi bertemu dengan rivalnya saat Pilpres 2019, Prabowo Subianto pada Jumat lalu. Kompak berbaju putih, keduanya berbicara empat mata soal koalisi. Namun, Jokowi mengakui pembahasan soal koalisi dengan Gerindra belum sampai tahap keputusan.
"Tapi ini belum final. Tapi kami sudah bicara banyak mengenai kemungkinan Partai Gerindra koalisi kita," ujar Jokowi, Jumat 11 Oktober 2019.
Prabowo sendiri mengaku legowo apabila nantinya Jokowi memutuskan tak menggandeng partainya masuk ke dalam kabinet. Mantan Danjen Kopassus itu menyatakan siap membantu pemerintahan Jokowi lima tahun ke depan.
"Kan kita di Indonesia. Tidak ada oposisi, tetap kita merah putih di segala hal," ucap Prabowo yang berada di samping Jokowi kala itu.
Â
Reporter:Â Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement