Liputan6.com, Jakarta - Jokowi akan memimpin Indonesia lima tahun ke depan setelah pelantikan 20 Oktober mendatang. Dari sekian banyak kementerian yang dipimpin olehnya, Kementerian BUMN bisa jadi salah satu kementerian yang selalu hangat diperbincangkan publik.
Bagaimana tidak, beberapa pimpinan BUMN tercatat kena OTT KPK, sebut saja PT INTI hingga Perum Perindo. Kemudian KRAS (Krakatau Steel) yang dihajar isu restrukturisasi dan rugi selama 7 tahun.
Lalu ada maskapai Garuda Indonesia yang dapat sorotan karena menyajikan ulang laporan keuangan. Yang terbaru, perusahaan asuransi Jiwasraya yang menunda pembayaran kewajiban polis jatuh tempo.
Advertisement
Baca Juga
Terlepas dari semua itu, sebenarnya bagaimana kinerja Kementerian BUMN secara keseluruhan? Pengamat BUMN Toto Pranoto menyatakan, kinerja Menteri BUMN Rini Soemarno untuk menggerakkan BUMN sudah cukup baik.
"Dilihat dari indikator keuangan seperti total penjualan, laba, aset (yang nilainya lebih dari Rp 8 ribu triliun tahun 2018) jumlah pajak, deviden, sumbangan dalam belanja modal (sekitar Rp 470 triliun pada 2018) dan penyediaan lapangan kerja," ujarnya kepada Liputan6.com, Sabtu (19/10/2019).
Sebagai informasi, berdasarkan data Kementerian BUMN, aset keseluruhan BUMN dalam 4 tahun terakhir atau sejak tahun 2015 hingga 2018 tumbuh rata-rata 12 persen. Tahun 2018 lalu, aset BUMN mencapai Rp 8.092 triliun, naik sebesar 12 persen dibandingkan tahun 2017.
Â
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Hal Positif Lainnya
Hal-hal positif yang dicapai, lanjut Djoko, adalah bentuk kemampuan Menteri Rini dalam melakukan konsolidasi organisasi BUMN (pembentukan sectoral holding), meningkatkan kualitas proses penjaringan dan crossing talent BUMN.
Meski demikian, banyaknya kontroversi yang menimpa BUMN seperti korupsi, telat bayar kewajiban polis, PHK masal dan lainnya, diakibatkan oleh prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang belum terealisasi dengan baik.
"Kasus-kasus korupsi, mungkin disebabkan karena internal BUMN belum bersih. Pengawasan juga harus ditingkatkan," tuturnya.
Diharapkan, menteri berikutnya bisa membawa BUMN menjadi institusi bisnis yang kompetitif, berdaya saing global tapi tetap mampu menjalankan fungsi sebagai agent of development.
"Perlu fokus pada peningkatan kualitas institusi BUMN termasuk birokrasi di KBUMN, meningkatkan kualitas talent BUMN, peningkatan sinergi BUMN dan kualitas holding company (value creation), percepatan program restrukturisasi dalam penyehatan BUMN yang "sakit" serta fokus dalam mendorong BUMN go international," tutupnya.
Advertisement
Sasran Pengamat
Kasus korupsi yang menimpa banyak BUMN akhir-akhir ini menyedot banyak perhatian.
Tahun 2019 saja, KPK berhasil melakukan OTT terhadap direksi Perum Perindo, direksi PT INTI, direksi AP II, direksi PLN, Pelindo hingga Pertamina.
Bahkan sejak tahun 2000, Direktur Utama PT PLN sudah tersangkut korupsi sebanyak 3 kali.
Toto menyatakan, akar dari merajalelanya korupsi di kalangan pimpinan BUMN disebabkan tata kelola BUMN yang masih harus ditata.
"Kasus korupsi direksi BUMN menunjukkan belum tegaknya Good Corporate Governance (GCG) dengan baik. Ini bisa terjadi mungkin karena ekosistem BUMN yang belum sepenuhnya bersih," tuturnya.
Toto menambahkan, bisa jadi, ekosistem BUMN yang belum bersih ini membuat niat baik BUMN untuk menegakkan GCG malah membuatnya terseret dalam praktik korupsi karena stakeholder yang masih menuntut hal-hal yang tidak sesuai dengan GCG, misalnya meminta suap.
Oleh karenanya, Toto menyarankan, secara intenal Kementerian BUMN, fungsi dewan komisaris harus lebih optimal.
"Caranya, dengan menunjuk dekom (dewan komisaris) yang punya kompetensi bidang pengawasan dan punya waktu yang cukup (untuk mengawasi). Demikian pula koordinasi dalam rangka pengawasan oleh Kementerian BUMN harus lebih ditingkatkan efektivitasnya," ungkapnya.