Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) melihat pertumbuhan ekonomi dunia makin lambat. Padahal ketidakpastian pasar keuangan sedikit mereda pasca kesepakatan dagang AS dan China yang terjadi di bulan ini.
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengungkapkan pertumbuhan ekonomi dunia yang melemah dipengaruhi oleh berlanjutnya penurunan volume perdagangan akibat ketegangan hubungan dagang AS-China.
"Serta berkurangnya kegiatan produksi di banyak negara," kata dia, dalam acara konferensi pers RDG Oktober 2019, di Gedung BI, Jakarta, Kamis (24/10).
Advertisement
Baca Juga
Secara spesifik Perry memaparkan perekonomian di AS tumbuh melambat akibat menurunnya keyakinan pelaku ekonomi dipicu melambatnya ekspor, yang kemudian berkontribusi pada berkurangnya investasi nonresidensial dan konsumsi rumah tangga. Perkembangan yang sama juga terjadi di perekonomian Eropa, Jepang, Tiongkok, dan India.
"Kondisi ini kemudian berdampak pada kembali menurunnya harga minyak dan komoditas global, yang kemudian menyebabkan tetap lemahnya tekanan inflasi," ujarnya.
Dia menjelaskan, berbagai negara merespons perkembangan ini dengan melonggarkan kebijakan moneter dan memberikan stimulus fiskal.
Sementara itu, sedikit meredanya ketidakpastian pasar keuangan global mendorong aliran masuk modal ke negara berkembang termasuk Indonesia.
"Ke depan, berbagai ketidakpastian dari ketegangan hubungan dagang AS dan China serta risiko geopolitik lain tetap dicermati karena dapat memengaruhi upaya mendorong pertumbuhan ekonomi domestik dan menjaga arus masuk modal asing sebagai penopang stabilitas eksternal," tutupnya.
Â
Reporter:Â Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun, Jokowi Perlu Lakukan Ini
Pengamat Ekonomi Bhima Yudhistira memprediksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada sisa waktu 2019 bakal merosot dibawah 5 persen.
Bhima mengatakan, ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta kabinet kerja barunya, sebab tahun ini tinggal menyisakan beberapa bulan lagi.
"Iya, bahkan bisa dibawah 5 persen. Sisa waktu kan tinggal 2 bulan efektif, jadi tidak banyak yang bosa dilakukan," ujar dia kepada Liputan6.com, Senin (21/10/2019).
Dia lantas turut memberi saran kepada pemerintah untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi negara. Menurutnya, stabilitas politik perlu diperkuat guna menjaga daya beli konsumen.
"Saran saya yang penting jaga daya beli dan kepercayaan konsumen. Stabilitas politik dan keamanan jadi kunci utama," imbuh Bhima.
Advertisement
Laporan Bank Dunia
Beberapa waktu lalu, Bank Dunia telah mengeluarkan laporan terbaru mengenai prospek pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik.
Dalam laporan berjudul World Bank East Asia and Pacific Economic Update October 2019, Weathering Growing Risks, Indonesia menjadi salah satu negara yang perekonomiannya tercatat melemah.
Pada laporan tersebut, Growth Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mengecil dari 5,2 persen pada 2018 menjadi 5,0 persen di 2019. Bahkan, angka tersebut lebih rendah dari prediksi April lalu, yakni 5,1 persen.
Jika dibandingkan dengan negara tetangga, posisi Indonesia terhitung masih tertinggal. Seperti Kamboja, yang terlihat masih superior meski pertumbuhan ekonominya juga diperkirakan melemah, dari 7,5 persen (2018) menjadi 7 persen (2019).