Â
Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bersama dengan Dewan Pengupahan menyepakati Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY 2020 sebesar Rp 1,7 juta, naik Rp 133 ribu dari UMP 2019.
Kesepakatan tersebut diambil dalam rapat koordinasi tentang UMP dan UMK antara Gubernur DIY, bupati/wali kota se-DIY bersama Dewan Pengupahan DIY.
Advertisement
"Rapat koordinasi bersepakat UMP sesuai dengan PP 78 tahun 2015 dengan kenaikan 8,51 persen dari UMP 2019. Besarannya menjadi Rp 1,7 juta," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY Andung Prihadi Santosa dikutip dari Antara, Jumat (1/11/2019).
Andung mengatakan besaran UMP 2020 yang telah disepakati itu kemudian ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur DIY pada 1 November 2019.
Baca Juga
Selain UMP, lanjut dia, upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2020 untuk empat kabupaten dan satu kota di DIY juga telah disepakati.
UMK untuk Kota Yogyakarta disepakati sebesar Rp 2 juta, untuk Kabupaten Bantul disepakati Rp1,79 juta, Kulon Progo Rp 1,75 juta, Sleman Rp 1,84 juta, dan Gunung Kidul Rp 1,70 juta.
Ia mengatakan UMK di DIY akan ditetapkan melalui SK bupati/wali kota pada 2 November atau sehari setelah penetapan UMP DIY. "Setelah UMK ditetapkan maka UMP tidak berlaku lagi," kata dia.
Andung menjelaskan penghitungan UMP maupun UMK 2020 di DIY berpegang pada formula yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dengan menggunakan komponen angka inflasi maupun angka pertumbuhan ekonomi nasional mengacu surat edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Ekonom: Kenaikan UMP 2020 Sebesar 8,51 Persen Sudah Tepat
Kementerian Ketenagakerjaan menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2020 sebesar 8,51 persen. Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 tanggal 15 Oktober 2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019.
Namun, besaran itu tak cukup membuat puas para buruh. Bahkan mereka menolak kenaikan UMP 2020 sebesar 8,51 persen yang telah ditetapkan Kementerian Ketenagakerjaan. Lantaran, penetapan tersebut masih menggunakan formula yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Direktur Riset Centre of Reform on Economics (Core), Piter Abdullah menilai formula penetapan kenaikan UMP 2020 sebesar 8,51 persen merupakan hal yang tepat. Sebab, hitungan tersebut sudah berdasarkan undang-undang yang berlaku selama ini.Â
BACA JUGA
"Kenaikan sekitar 8 persen tersebut didasarkan ketentuan perundangan yang berlaku, dan menurut saya adalah yang terbaik yang bisa dilakukan saat ini," kata Piter kepada Merdeka.com, Selasa (29/10).
Piter mengatakan desakan buruh yang meminta agar UMP 2020 dinaikan justru akan menjadi bumerang bagi perekonomian Indonesia. Dia pun meminta agar para buruh hendaknya memahami bahwa tekanan yang terlalu besar justru bisa berdampak negatif terhadap iklim investasi.
"Kenaikan 8 persen tersebut sesungguhnya juga dikeluhkan oleh pengusaha. Di mana ujungnya justru akan merugikan buruh," kata Piter.
Oleh karena itu, dia menginginkan agar sebaiknya ketiga pihak baik buruh, pengusaha, dan pemerintah duduk bersama mencari formula kenaikan upah yang bisa mendekati keinginan semua pihak.
"Harus disadari bahwa kita tidak mungkin memuaskan semua pihak," tandas dia.
Advertisement