Liputan6.com, Jakarta Terdapat isu critical dalam mewujudkan Perjanjian Kerjasama Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) antara negara-negara ASEAN dengan negara-negara di sekitarnya. Salah satunya isu investasi dan layanan.
Ini diungkapkan Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang menjadi delegasi
“Yang critical itu memang India, yang pending itu adalah di isu service maupun investment tetapi sudah ada titik terang, tinggal bagaimana memformulasikannya agar isu itu bisa diimplementasikan,” kata Airlangga di Bangkok, seperti mengutip laman Sekretariat Kabinet, Minggu (3/11/2019).
Advertisement
Baca Juga
Menko Perekonomian berharap perjanjian itu bisa diimplementasikan, meskipun diakuinya hal ini masih membutuhkan pendekatan dari negara-negara dengan India.
Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto menambahkan, terkait RCEP itu sekarang memang sedang dalam perundingan dengan tujuan untuk mengekspansi regional value chain itu dalam negara-negara ASEAN plus lima negara, yang memang sudah sepakat.
“Sekarang masih dalam perundingan, mungkin besok finalnya sebelum tanggal 4,” kata Mendag.
Ia menyebutkan, dari 20 chapter sudah concluded hampir kira-kira 18. Sementara dua lainnya dalam perundingan yang berlangsung hingga hari ini.
“Ini yang akan dilakukan dan juga sudah mengalami kemajuan yang signifikan dan nanti finalnya akan kita tandatangani tahun depan di Vietnam,” ujarnya.
Cari Titik Temu
Sementara Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menambahkan, bahwa terkait masalah RCEP ini dicoba terus karena Indonesia memiliki posisi yang cukup penting.
Posisi kunci sebagai ketua, membuat Indonesia mencoba untuk mendapatkan tiitk temu walaupun memang tidak mudah sama sekali.
“Kita masih mengharapkan, di saat-saat terakhir ini akan terjadi titik temu, sehingga pada tanggal 4 bisa menghasilkan sesuatu,” kata Menlu.
Negosiasi masih terus dilakukan dan sebagaimana disampaikan juga Menko Perekonomian dan Menteri Perdagangan, terjadi perkemmbangan yang cukup signifikan tapi belum concluded pada titik ini.
“Tidak mungkin di dalam satu perundingan kita mau dapat 100 persen dan kita tidak mau memberikan apapun. Itu namanya bukan perundingan tapi yang dapat kita yakinkan adalah bahwa kepentingan nasional adalah menjadi acuan para perunding Indonesia,” tegas Menlu.
Advertisement