Liputan6.com, Jakarta - Chevron Pacific Indonesia menyataan masih berminat berinvestasi pada sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia. Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut pun tengah mencari peluang baru untuk melebarkan bisnis di Indonesia.
Senior Vice President Policy and Government and Public Affairs Chevron Wahyu Budiarto mengatakan, blok migas di Indonesia masih memiliki potensi untuk digarap sehingga Chevron perlu mencari peluang dari blok migas baru.
"Chevron tentu saja (melihat potensi migas Indonesia), ini kan long-term business, kita selalu melihat opportunity ke depan, di mana pun," kata Wahyu, dikutip di Jakarta, Selasa (5/11/2019).
Advertisement
Baca Juga
Bisnis pencarian migas sifatnya jangka panjang. Oleh sebab itu, perusahaan harus mencermati peluang tersebut untuk berpatisipasi.
"Walaupun hari ini enggak kan, besok bisa. kita sih long-term lihatnya. Kalau ada opportunity dimana kita bisa berpartisipasi tentu saja kita akan ambil. Sifatnya itu melihat opportunity karena tergatung oportunity," paparnya.
Namun ketika ditanyakan minat Chevron terhadap blok migas yang dilelang pada tahap ketiga 2019, Wahyu enggan menanggapi hal tersebut, sebab dia tidak tepat mengomentarinya.
"Mungkin saya bukan orang tepat untuk bicara itu," tegasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Masih Banyak Potensi
Sebelumnya, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, masih ada harapan produksi migas Indonesia kembali meningkat sebab dari 128 cekungan yang ada di Indonesia yang baru tereksplorasi baru 54 cekungan.
"Saya kira kita bangun optimisme ini, mungkin ini bisa jadi hal sangat penting adalah era keemasan kedua migas Indonesia," kata Dwi, saat menghadiri sarasehan migas nasional ke 2, di Kantor SKK Migas, Jakarta, pada Kamis 10 Oktober 2019.
Dwi melanjutkan, dari 54 cekungan yang sudah dieksplorasi terdapat potensi minyak sebanyak 3,8 miliar barel, sedangkan 74 cekungan yang belum tersentuh ada potensi menyimpan kandungan minyak 7,5 miliar barel.
"Jadi masih ada potensi yang sangat besar," imbuh Dwi.
Menurut Dwi, terjadi perubahan paradigma pencarian migas di Indonesia, dengan bergesernya pencarian kandungan migas dari darat (onshore) menjadi di lautan dalam (offshore), kemudian dari wilayah barat ke timur Indonesia.
"Offshore itu ada POD dari Blok Masela jadi gambaran penting potensi laut dalam dan bergerser ke daerah timur, maka potensi sangat besar," tuturnya.
Advertisement