Sukses

PGN Fokus Tingkatkan Pemanfaatan Gas Bumi Domestik Jangka Panjang

Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menegaskan tetap berkomitmen terhadap pengembangan infrastruktur gas dan utilisasi domestik ditengah tantangan bisnis hilir gas bumi.

Liputan6.com, Jakarta Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menegaskan tetap berkomitmen terhadap pengembangan infrastruktur gas dan utilisasi domestik ditengah tantangan bisnis hilir gas bumi, kondisi perekonomian nasional dan global khususnya disektor regulasi, dan peningkatan peran gas bumi di dalam ketahanan energi nasional.

Sehubungan dengan surat Menteri ESDM mengenai penundaan penyesuaian harga gas PT PGN Tbk untuk pelanggan Komersial Industri, PGN meyakini Gas bumi masih menjadi salah satu sumber energi yang paling efisien di Indonesia.

Di kawasan Asia, harga gas yang disalurkan PGN juga masih sangat kompetitif dan sesuai dengan koridor regulasi yang ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM no 58 tahun 2017 dan disesuaikan melalui Peraturan Menteri ESDM no 14 tahun 2019.

Rencana penyesuaian harga gas bumi sudah dipertimbangkan secara matang sejak 7 tahun terakhir, dimana PGN demi mendukung daya saing dan pertumbuhan ekonomi nasional memutuskan tidak melakukan penyesuaian dalam rentang waktu tersebut untuk mendukung penuh kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah dan peningkatan pemanfaatan gas bumi nasional.

Namun disisi lain, PGN menyadari bahwa insentif kepada konsumen diseluruh sector ini tidak dapat dipertahankan terus enerus, dikarenakan PGN mempunyai tanggung jawab untuk memperluas pemanfaatan gas bumi yang membutuhkan pembangunan infrastruktur yang massif dimana sejalan dengan semangat energi berkeadilan, PGN berupaya keras untuk membangun infrasruktur-infrastruktur gas bumi yang menjangkau wilayah-wilayah ekonomi baru untuk pertumbuhan ekonomi nasional khususnya tantangan di wilayah timur Indonesia dan kondisi geografis Indoensia.

Sejalan juga dengan potensi cadangan minyak dan gas ke depan yang didominasi oleh cadangan gas bumi, untuk itu perlu pembangunan infrastruktur pipa dan non pipa agar utilisasi gas domestic dapat terjadi dan dapat menekan secara signifikan defisit neraca migas sesuai dengan arahan Presiden beberapa waktu lalu.

Ditambah dengan tanggungjawab sebagai agen development dalam peningkatan akses gas bumi melalui jaringan gas bumi (jargas) untuk rumah tangga yang ditargetkan tumbuh sampai angka 4,7 juta sambungan rumah tangga dari kondisi eksisting sejumlah 500 ribu yang tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Rachmat Hutama, Sekretaris Perusahaan PGN menegaskan, sejak tahun 2013 PGN tidak pernah menaikkan harga gas kepada konsumen industri. Sementara biaya pengadaan gas, biaya operasional dan kurs USD terus meningkat. Secara akumulasi, sejak 2013 hingga saat ini kurs USD telah mengalami kenaikan hingga 50 persen. Biaya pengadaan gas selama ini menggunakan patokan USD. Bukti PGN berkomitmen untuk tidak membebani keuangan negara juga terwujud dengan kegiatan bisnis hilir yang dilakoni PGN adalah kegiatan bisnis migas bebas subsidi.

"Dengan beban biaya yang terus meningkat tentunya ruang bagi PGN untuk mengembangkan infrastruktur gas bumi menjadi makin terbatas dikarenakan sebagian besar pembangunannya adalah menggunakan dana internal. Sementara banyak sentra-sentra industri baru, seperti di Jawa Tengah, Jawa Timur dan di kawasan – kawasan ekonomi baru banyak yang belum terjamah gas bumi," tegas Rachmat.

 

Berdasarkan data sejumlah lembaga energi terkemuka seperti Woodmack (2018) dan Morgan Stanley (2016), harga gas bumi kepada sektor industri di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan harga di Singapura dan Cina. Di Singapura konsumen industrinya membeli gas berkisar USD 12,5 - USD 14,5 per MMBtu. Sementara industri di Cina harus membayar lebih mahal lagi yaitu mencapai USD 15 per MMBtu.

Hingga saat ini, sebagai subholding gas bumi, PGN telah membangun jaringan gas hingga lebih dari 10 ribu kilometer. Panjang pipa gas PGN ini hampir dua kali lipat dibandingkan jaringan gas milik Malaysia dan Thailand, serta 4 kali lipat lebih panjang daripada jaringan gas di Singapura. Sedangkan di Cina jaringan pipa yang terbangun mencapai lebih dari 40 ribu kilometer.

Dari fakta dan data di atas, biaya pengelolaan kegiatan hilir Indonesia masih bersaing dibanding negara-negara di Asia Tenggara. Rentang biaya distribusi dan niaga di Indonesia berkisar 2,8 - 4 USD/MMBTU. Bandingkan dengan negara Malaysia, Singapura, Thailand dengan rentang biaya hilir sebesar 2,8 – 3 USD/MMBTU dengan panjang pipa setengah dari yang dimiliki Indonesia dengan segala tantangan wilayah geografis yang didominasi kepulauan.

Menurut Rachmat, semakin panjang jaringan pipa yang dikelola oleh suatu badan usaha, maka biaya pengelolaan dan perawatannya menjadi besar. Dan setiap tahun biaya dua komponen itu juga terus naik. Rencana penyesuaian harga gas yang akan dilakukan oleh PGN, lanjutnya, juga sudah dikaji secara matang dengan memperhitungkan banyak aspek. Termasuk dari sisi kemampuan konsumen industri sendiri.

 

Untuk menjaga daya saing industry dan kepentingan konsumen, Kementerian ESDM juga telah mengeluarkan paket kebijakan dan perubahan tata kelola gas bumi yang cukup mewadahi semua kepentingan dari hulu sampai ke hilir melalui Permen ESDM 58 /2017 dan Permen 04/2018. Semuanya bermuara pada transparansi dan rasionalisasi termasuk upaya menjaga sustainability penyediaan gas bumi domestik untuk seluruh kepentingan masyarakat dan pengembangan infrastruktur gas bumi ke seluruh wilayah di Indonesia.

Sebagai pionir pemanfaatan gas dan pembangunan infrastruktur gas bumi, PGN selama ini juga telah mengambil banyak risiko. Baik risiko pasokan maupun pasar yang cenderung fluktuatif dan tidak pasti. Sebagai agregator, untuk memastikan ketersediaan gas, PGN juga telah membangun terminal LNG di beberapa lokasi untuk meregasifikasi LNG yang berasal dari berbagai sumber.

"Perluasan pemanfaatan gas bumi merupakan tanggungjawab bersama. Apalagi kita punya tanggungjawab bersama untuk menjaga ketahanan energi nasional dan melayani kebutuhan gas bumi secara berkeadilan dalam jangka panjang," ujar Rachmat.

 

(*)