Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, independensi merupakan landasan bagi pihaknya untuk menyajikan data utuh perekonomian Indonesia. Hal tersebut disampaikan untuk menanggapi beberapa anggapan bahwa BPS memanipulasi penyajian data.
"Setiap kali BPS rilis bisa diliat dari dua sisi yang baik dan buruk. Dan biasanya disanalah seninya gimana kita keluarkan data tapi tetap bisa diterima. Jadi independensi merupakan harga mati yang harus dipegang BPS," ujarnya di Le Meredien, Jakarta, Kamis (7/11).
Advertisement
Baca Juga
Suhariyanto menjelaskan, data BPS memang tidak selalu dapat memenuhi keinginan semua pihak. BPS pada dasarnya menyajikan data sesuai dengan temuan dilapangan.
"BPS di negara manapun harus independen, tidak boleh ada pemihakan disana, jadi angka yang dikeluarkan BPS harus betul-betul mencerminkan apa yang ada dilapangan, beritanya baik atau buruk harus disampaikan. Tentu banyak yang bertanya jadi independen susah atau gampang? ya tidak gampang dan tidak susah juga," jelasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Lepas Tangan
Pria yang disapa Kecuk tersebut melanjutkan, setiap bulan usai menyampaikan rilis setiap bulannya maka BPS tidak langsung lepas tangan. Pasalnya, banyak yang melakukan pengawasan terhadap BPS.
"Yang pertama, ada forum masyarakat statistik, ini yang menjaga BPS dengan ketat yang dibentuk oleh Bappenas dan saat ini ketuanya Professor Bustanul Arifin. Jadi, mereka akan mengecek data BPS kalau ada permasalahan kita ditanya pertanggungjawabannya," jelasnya.
Selain itu, ada juga lembaga internasional yang datang ke BPS untuk mengecek semua angka-angka yang dikeluarkan BPS.
"IMF juga datang ke BPS secara rutin minimal setahun sekali untuk mengecek angka-angka PDB, angka-angka neraca perdagangan, angka inflasi dan sebagainya," jelasnya.
Advertisement
BPS: Dari 100 Angkatan Kerja, Sekitar 5 Orang Penganggur
Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan, jumlah angkatan kerja pada Agustus 2019 sebanyak 133,56 juta orang, naik 2,55 juta orang dibanding Agustus 2018.
“Sejalan dengan naiknya jumlah angkatan kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga meningkat. TPAK pada Agustus 2019 tercatat sebesar 67,49 persen, meningkat 0,23 persen poin dibandingkan Agustus 2018,” kata Kepala BPS Suhariyanto dikutip dari laman Setkab, Rabu (6/11/2019).
Peningkatan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja memberikan indikasi adanya potensi ekonomi dari sisi pasokan (supply) tenaga kerja yang juga meningkat. Pada periode Agustus 2015-Agustus 2019, TPAK mengalami peningkatan sebesar 1,73 persen poin.
Suhariyanto melanjutkan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan indikator untuk mengukur tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja. Ia menyebutkan, TPT mengalami penurunan dari Agustus 2015 sampai dengan Agustus 2019 sebesar 0,90 persen poin. TPT pada Agustus 2018 sebesar 5,34 persen turun menjadi 5,28 persen pada Agustus 2019.
“Hal ini berarti dari 100 orang angkatan kerja, terdapat sekitar 5 orang penganggur,” ungkap Suhariyanto.
Pada Agustus 2019, TPT laki-laki sebesar 5,31 persen, lebih tinggi dari TPT perempuan yang sebesar 5,23 persen. Sementara dibandingkan setahun yang lalu, penurunan TPT laki-laki (0,09 persen poin) lebih tinggi dibandingkan penurunan TPT perempuan (0,03 persen poin).
Dilihat dari tren Agustus 2015–Agustus 2019, TPT pada semua kelompok umur mengalami penurunan yang cukup signifikan sebesar 0,01 sampai 4 persen poin. Semakin tinggi umur seseorang, maka TPT akan cenderung menurun.
“Pada Agustus 2019, TPT penduduk umur muda (15–24) tertinggi dibanding kelompok umur lain, yaitu sebesar 18,62 persen. Sedangkan, TPT penduduk lansia paling kecil diantara semua kelompok umur yaitu sebesar 0,66 persen,” terang Suhariyanto.
Menurut Kepala BPS itu, jumlah penduduk yang bekerja pada setiap kategori lapangan pekerjaan menunjukkan kemampuan dalam penyerapan tenaga kerja.