Liputan6.com, Jakarta Pemerintah masih mengevaluasi larangan ekspor sementara bijih (ore) nikel kepada para pengusaha yang melebihi kapasitas. Evaluasi ini demi memastikan para eksportir bisa melakukan ekspor kembali atau sebaliknya.
"(Udah boleh jalan lagi?) Belum masih dievaluasi semuanya," kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, saat ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi di Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Advertisement
Baca Juga
Bambang mengaku, pihaknya turut mengirim tim bersama dinas pemerintah daerah untuk melakukan kunjungan lapangan ke-30 perusahaan yang membangun smelter.
Di semua perusahaan tersebut, akan digelar penyelidikan tentang kelebihan kapasitas ekspor. "Iya yang 30-an itu yang di evaluasi," singkat Bambang.
Senada, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia juga mengaku belum ada keputusan mengenai pelarangan eskpor sementara.
Rencananya pemerintah akan kembali melanjutkan rapat pembahasan pelarangan ekspor ore pada Senin, pekan depan.
"Nanti di BKPM antara pemerintah, BKPM dengan pengusaha nikel. Kami hari senin akan bahas kelanjutan dari ekspor ore," tandas dia.
Â
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber; Merdeka.com
Alasan Pemerintah Percepat Pelarangan Ekspor Nikel
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan membeberkan beberapa alasan dipercepatnya pelarangan ekspor bijih (ore) nikel. Salah satunya, yakni temuan lonjakan ekspor terhadap komoditas tersebut.
Selama dua bulan terakhir, lonjakan ekspor bijih nikel naik tiga kali lipat atau menjadi 100-130 kapal ekspor per bulan. Padahal normalnya hanya mencapai 30 kapal saja setiap bulan.
"Lonjakan luar biasa terjadi sudah dua bulan dari awal September. Itu merusak dan merugikan negara. Kamu (eksportir) manipulasi kadar dan kuota yang dijual," kata dia di Kantornya, Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Jumlah ekspor yang melebihi kuota terjadi akibat aturan pemerintah yang melarang percepatan ekspor bijih nikel dari sebelumnya 2022 menjadi 1 Januari 2020. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 yang diterbitkan mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Meski begitu, dia belum tahu berapa jumlah eksportir nikel yang tercatat melebihi kapasitas ekspor. Pihaknya sudah berkoordinasi dengan KPK, Badan Keamanan Laut (Bakamla), Bea Cukai, dan Kementerian ESDM untuk memetakan perusahaan yang ekspor melebihi kuota.
Perusahaan yang ketahuan ekspor melebihi kuota bakal terkena sanksi. Karena dalam hal ini melibatkan KPK, maka sanksi yang diberikan pun bisa hingga pidana. "Pidana. Jadi jangan macam-macam karena KPK terlibat," katanya.
Di sisi lain, dia mengakui penghentian ekspor bijih (ore) nikel ini hanya bersifat sementara. Penghentian ekspor tersebut mulai berlaku hari ini. Nantinya, dalam satu atau dua minggu ke depan larangan tersebut bisa dicabut. Dengan begitu, eksportir bisa menjual lagi bijih nikel ke luar.
"Ekspor nikel dievaluasi (setop). Berapa lama dilakukan? Bisa seminggu atau dua minggu. Tapi resminya nanti penyetopan 1 Januari 2020," tandasnya.
Advertisement