Sukses

Cukai Tak Naik, Ini Pinta Pengusaha Hasil Pengolahan Tembakau ke Pemerintah

Pada Oktober lalu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 152/PMK.010.2019 untuk menaikkan cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) rokok.

Liputan6.com, Jakarta Keputusan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang tidak mengubah beban cukai pada Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) menuai respons pengusaha. Keputusan tersebut dinilai baik dan dapat membantu industri produk tembakau alternatif untuk beradaptasi.

Ini diungkapkan Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Aryo Andrianto. Dia mengaku berterima kasih pada pemerintah yang memperhatikan kelangsungan industri baru ini dengan tidak menaikkan beban cukai atau HJE minimum HPTL.

"Ini membantu industri kami, yang baru diatur kurang lebih satu tahun ini, untuk beradaptasi pada ketentuan-ketentuan baru yang dijalankan. Hal ini juga memotivasi kami untuk melakukan evaluasi dan mengembangkan industri baru ini lebih baik lagi," kata Aryo, seperti dikutip Senin (11/11/2019).

Pada Oktober lalu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 152/PMK.010.2019 untuk menaikkan cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) rokok, namun pada beleid tersebut tidak terjadi perubahan ketentuan untuk HPTL.

Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan beban cukai HPTL dinilai sudah tepat. Ini mengingat industri produk tembakau alternatif masih baru mulai dan belum berkembang.

"Ada beberapa faktor, salah satunya karena peraturan ini baru diperkenalkan jadi masih ada pelaku usaha HPTL, yang 90 persen adalah UMKM, belum mendaftarkan usahanya untuk bayar cukai. Kami terus berusaha melakukan sosialisasi kepada teman-teman mengenai kebijakan yang dikeluarkan Ditjen Bea dan Cukai ini," jelas dia.

Dia berharap pemerintah menjaga kelangsungan industri baru ini dengan tidak mengeluarkan peraturan yang memberatkan. Sebab, pengenaan tarif cukai maksimal sebesar 57 persen sudah membebani industri.

"Kami mohon pada pemerintah untuk memberikan dukungan dengan tidak melakukan perubahan kebijakan cukai atau menaikkan beban cukai yang harus dibayarkan. Apalagi, menaikkan HJE minimum. Kami minta status quo untuk beberapa tahun ke depan, setidaknya sampai industri ini sudah stabil dan informasi terkait industri dapat dikaji secara komprehensif. Industri ini akan semakin terpuruk jika beban cukainya naik lagi," serunya.

 

Reporter: Idris

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Kondisi

Belum berkembangnya industri ini juga ditunjukkan dengan tidak bertumbuhnya jumlah pengguna produk HPTL di Indonesia yang masih stagnan di sekitar satu juta pengguna.

Aryo menjelaskan stagnansi ini lantaran masyarakat tidak mendapatkan informasi yang akurat tentang potensi dari produk tembakau alternatif. Selain itu, banyaknya berita negatif terkait penyalahgunaan narkoba pada rokok elektrik juga memiliki andil dalam hal tersebut.

Kajian ilmiah untuk meluruskan persepsi yang salah tentang produk tembakau alternatif memiliki peran yang krusial. Sejumlah negara, seperti Inggris, Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat telah melakukan penelitian pada produk tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa produk tersebut berbeda dengan rokok karena tidak menghasilkan asap dan TAR.

"Kami siap bersinergi dengan pemerintah dan pemangku kebijakan lainnya untuk melakukan kajian ilmiah bagi produk tembakau alternatif, baik dari sisi kesehatan hingga dampak ekonominya. Kajian ini dapat menjadi data acuan bagi pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan. Kami harap pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan tambahan sebelum ada basis data atau kajian yang valid," kata Aryo.

Berkaitan dengan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, Aryo meminta pemerintah melibatkan pelaku industri.

Masuknya wacana rokok elektrik dalam beleid tersebut akan berpengaruh pada kelangsungan industri ini. Sampai saat ini, pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan, belum meminta pandangan dari industri terhadap rencana revisi tersebut. Revisi tersebut terkesan dijalankan secara diam-diam.

"Pemerintah seharusnya mengajak asosiasi dalam pembahasan revisi PP 109/2012 agar hasil dari kebijakan tersebut memberikan keadilan bagi industri produk tembakau alternatif. Jika tidak juga melibatkan asosiasi, hal ini berpotensi menjadi preseden buruk bagi dunia usaha karena tidak diberikannya kesempatan kepada pelaku usaha untuk menyampaikan pandangannya," tutup Aryo.