Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan Malaysia Amiruddin bin Hamzah menyambangi Indonesia untuk menghadiri Indonesia Sharia Economic Festival ke-6 di Jakarta. Sang datuk membahas peran ekonomi syariah di tengah ketimpangan ekonomi dan perang dagang yang terjadi di dunia.
"Hari ini, ketimpangan global sedang pada level tertinggi sejak abad ke-19. Berbagai studi terbaru menunjukan satu persen orang terkaya di dunia kini memiliki setengah kekayaan di dunia," ujar sang Wamenkeu pada Selasa (12/11/2019) di JCC, Jakarta.
Selain masalah ketimpangan, Amiruddin juga membahas perang dagang yang mengancam liberalisasi dagang di dunia karena memicu sentimen proteksionisme. Padahal, menurut Amiruddin, liberalisasi dagang telah memicu pertumbuhan ekonomi sejak tahun 1980-an.
Advertisement
Baca Juga
Ia pun menyebut bahwa sudah saatnya mencari alternatif lain. Sistem keuangan Islami bisa menjadi solusi keuangan yang lebih sustainable serta bisa memberikan kesejahteraan.
"Keuangan Islami sudah disertai dengan tujuan-tujuan sustainable dan lebih hijau seperti yang dijelaskan Maqasid Shariah yang membutuhkan penguatan kesejahteraan rakyat melalui preservasi kekayaan, iman, kehidupan, keturunan, dan intelektualitas," ucap Amiruddin.
Keuangan syariah juga dinilainya sesuai dengan kebutuhan para regulator di seluruh dunia yang sedang membangun sistem keuangan yang lebih sustainable, bertanggung jawab secara sosial, serta berfokus pada shareholder. Keuangan syariah pun bisa meningkatkan sistem keuangan, seperti di aspek lingkungan, sosial, dan pemerintahan.
Bank Negara Malaysia pun sudah berkolaborasi dengan 12 bank agar mempromosikan sistem pelayanan keuangan yang memberikan dampak baik ke aspek lingkungan dan sosial. Tujuan-tujuan itu sesuai dengan Sustainable Development Goals (SDG) dari Malaysia.
Amiruddin mengajak pelaku industri keuangan agar lebih berperan dalam meningkatkan keuangan yang lebih sustainable yang merangkul masyarakat umum, pelaku bisnis, serta pemerintah.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tantangan Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia. Namun perkembangan ekonomi syariah di Indonesia belum terlalu mulus.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo mengungkapkan bahwa Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam mengembangkan ekonomi dan keuangan Islam. Salah satunya adalah peran Indonesia yang lebih banyak menjadi konsumen daripada produsen.
"Memburuknya posisi Indonesia di arena industri halal global. Indonesia lebih merupakan konsumen daripada produsen," kata dia dalam pembukaan forum 5th International Islamic Monetary Economics and Finance Conference (IIMEFC) 2019, sebagai rangkaian Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2019, di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (12/11/2019).
Selain itu, optimalisasi sektor sosial yaitu Zakat' Infaq, Sadaqah dan Waqaf (ZISWAF) masih rendah untuk mendukung pembangunan.
"Terbatasnya peran sektor keuangan syariah dalam pembiayaan pembangunan, termasuk rendahnya kapasitas perbankan syariah," ujar dia.
Berkenaan dengan semua tantangan tersebut, Dody berharap konferensi ini dapat menjadi platform bagi para peneliti dari kalangan akademisi dan kebijakan, untuk menyediakan dan melakukan implementasi kebijakan yang lebih baik dengan mengumpulkan ide dan pemikiran dari semua peserta.
"Sejalan dengan itu, melalui Jurnal Ekonomi Moneter dan Keuangan Islam (JIMF), Bank Indonesia mengundang para sarjana dari seluruh dunia dengan pikiran luar biasa mereka untuk berkontribusi dalam Konferensi jurnal ini dan dalam pengembangan ekonomi nasional melalui ekonomi dan keuangan Islam sektor juga," ujarnya.
Diharapkan juga bahwa jurnal ini dapat berperan sebagai salah satu penyedia utama akses cepat ke makalah berkualitas tinggi dan platform berkelanjutan untuk berbagi studi akademisi, peneliti, dan praktisi; menyebarluaskan pengetahuan dan penelitian di berbagai bidang ekonomi Islam, moneter, dan keuangan.
Kemudian mendorong dan menumbuhkan penelitian di bidang ekonomi, moneter, dan keuangan Islam; dan menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik di bidang ekonomi Islam, moneter dan keuangan.
"Saya juga sangat yakin bahwa semua ide dan pemikiran yang disusun dalam Jurnal Ekonomi Moneter dan Keuangan Islam (JIMF) akan meningkatkan kontribusi kami dalam merumuskan kebijakan yang dapat membawa kita lebih dekat ke manfaat penuh ekonomi syariah sebagai mesin baru untuk berkelanjutan dan pertumbuhan yang inklusif," tutupnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement