Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) optimis target penerimaan bea cukai pada APBN 2019 yang sebesar Rp 208,8 triliun dapat tercapai.
Menurut laporan DJBC, penerimaan total bea dan cukai hingga 12 November 2019 baru mencapai Rp 165,46 triliun atau sekitar 79,24 persen.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi menyampaikan, jumlah penerimaan tersebut didominasi oleh realisasi cukai sebesar Rp 131,06 triliun, yang mayoritas berasal dari cukai hasil tembakau.
Advertisement
Dia melanjutkan, penerimaan cukai hasil tembakau atau rokok secara tren biasa melonjak pada akhir tahun. Oleh karenanya, ia yakin itu dapat membantu DJBC untuk memenuhi target penerimaan bea cukai di 2019.
Â
Baca Juga
"Secara historis, penerimaan cukai rokok selama ini pasti besar di bulan Desember. Oleh karena itu, fluktuasi penerimaannya akan meningkat di bulan Desember," ujar dia di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, seperti dikutip Kamis (14/11/2019).
"Penerimaan (cukai rokok) di Desember kira-kira dua-tiga kali lipat dari bulan normal. Itulah yang meyakini kita penerimaan total dari bea dan cukai bisa sesuai target," dia menambahkan.
Heru kemudian memaparkan, realisasi bea masuk dan bea keluar hingga 12 November ini tercatat masih minus atau lebih kecil dibanding periode yang sama tahun lalu. Namun ia tak khawatir, sebab total penerimaan masih didominasi oleh realisasi cukai yang meningkat secara year on year.
"Overall bisa ditutup oleh penerimaan cukai yang lebih besar dari tahun lalu, 16,65 persen. Sehingga total kita masih tumbuh sebanyak 9,13 persen (dari periode yang sama di 2018)," tukas Heru.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kemenkeu Tunda Penyederhanaan Tarif Cukai Rokok hingga 2020
Kementerian Keuangan tidak melakukan simplifikasi atau penyederhanaan cukai rokok hingga 2020. Hal tersebut dengan mempertimbangkan keberlangsungan industri rokok dalam negeri.
"Simplifikasi itu masih harus mempertimbangkan banyak hal. Baik jenis, golongan, maupun besar kecilnya perusahaan itu," ujar Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (31/10).
Heru mengatakan, simplifikasi cukai rokok berpotensi mematikan industri rokok. Sementara jika industri rokok dalam negeri mati, maka rokok ilegal akan semakin besar masuk ke Indonesia.
"Kalau mereka mati, mereka akan ruang ilegal. Itu concern kita tapi terlalu banyak layer juga bisa dijadikan lagi ruang untuk ilegal juga," jelasnya.
Dia menambahkan, pertimbangan-pertimbangan tersebut menjadi alasan bagi pemerintah untuk tidak melakukan simplifikasi tahun ini dan tahun depan.
"Pemerintah perlu memperhatikan dua pertimbangan tadi. Nah untuk 2020, pemerintah menganggap layer yang seperti PMK 152 bisa kita berlakukan sampai tahun depan," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement