Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) bekerja sama dengan Asosiasi Budi Daya Mutiara Indonesia (Asbumi), Dharma Wanita Persatuan (DWP) KKP, dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) akan menyelenggarakan Indonesia Pearl Festival (PFI) ke-8 tahun 2019.
Hal tersebut disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam gelaran konferensi pers bersama di Kantor KKP Jakarta, Kamis, kemarin.
IPF yang akan diselenggarakan di Lippo Mall Kemang, Jakarta Selatan, pada 21-24 November 2019 ini mengusung tema The Marvelous Indonesian South Sea Pearl. Nuansa Provinsi Sulut dan Bunaken sebagai salah satu wilayah potensi budi daya mutiara akan dihadirkan di 32 booth dalam pameran kali ini.
Advertisement
Menteri Edhy menyebut, mutiara merupakan salah satu sumber daya laut Indonesia yang dapat berkontribusi sebagai penghasil devisa negara. Indonesia sendiri juga merupakan negara pengekspor mutiara nomor 5 di dunia, meskipun nilai ekspor pada tahun 2018 masih sekitar USD47,27 juta.
Baca Juga
Posisi Indonesia berada di bawah Cina (USD 56,3 juta), French Polynesia/Tahiti (USD 112,88 juta), Jepang (USD 315,28 juta), dan Hong Kong (USD 483,3 juta).
“Kita harapkan ini bisa kita dongkrak. Sekarang Hong Kong nomor 1. Padahal, dari informasi yang kita dapat, kita juga mengekspor ke sana. Tapi Hong Kong bisa memposisikan diri sebagai pengekspor atau produsen mutiara terbesar untuk dunia,” jelas dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (15/11/2019).
Perlu diketahui, Indonesian South Sea Pearl (ISSP) atau mutiara laut selatan berkontribusi 50 persen dari produksi South Sea Pearl dunia. ISSP dipanen dari tiram jenis Pinctada maxima, baik diperoleh dari alam maupun hasil budidaya.
Sentra pengembangan tiram Pinctada maxima tersebar di beberapa wilayah di Indonesia yaitu Sumatera Barat, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Keunggulan Mutiara Indonesia
Direktur Jenderal PDSPKP Agus Suherman menjelaskan, ISSP memiliki keunggulan antara lain berukuran lebih besar antara 9-17 mm dengan warna kilau keperakan dan keemasan, sehingga sangat digemari di pasar luar negeri. Selain itu, harga butiran (loose pearl) ISSP sekitar USD 16-18 per gram lebih tinggi dibandingkan tiga jenis mutiara lainnya (Freshwater Pearl, Black Pearl, dan Akoya Pearl).
Menurut dia, ISSP umumnya diperdagangkan dalam bentuk loose dan jewelry (perhiasan). Perdagangan mutiara dalam bentuk loose umumnya dilakukan melalui lelang (auction), baik di pasar domestik maupun internasional, utamanya di Jepang, Hong Kong, dan Australia.
“Sebagai salah satu komoditas kelautan unggulan Indonesia yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek pengembangan usaha di masa mendatang, branding ISSP perlu diupayakan guna meningkatkan minat masyarakat terhadap mutiara. Untuk itu diperlukan promosi untuk mengomunikasikan keunikan dan keunggulannya,” tutur Agus.
Akan tetapi, saat ini keberadaan ISSP mulai tergerus dengan banyaknya impor mutiara air tawar dari Cina. Ketua Asbumi Anthony Tanios mengungkapkan, di Lombok misalnya, banyak sekali beredar mutiara air tawar asal Cina ini dengan harga yang sangat murah. Untuk itu, ia menilai, masyarakat perlu diberi edukasi terkait perbedaan ISSP dengan mutiara jenis ini.
Menurut Anthony, peredaran mutiara air tawar dengan harga murah dan kualitas tidak mumpuni ini dapat merusak imej Indonesia sebagai penghasil mutiara. Terlebih lagi jika mutiara tersebut dibeli oleh turis yang berkunjung ke Indonesia.
“Festival Mutiara Indonesia ini untuk memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa mutiara laut selatan dan mutiara air tawar itu memang sangat berbeda,” ungkapnya.
Advertisement
Tuan Rumah Mutiara Laut Selatan
Sementara itu, anggota Asbumi Ratna Zhury Mahyuddin menambahkan, Indonesia ingin menjadi tuan rumah bagi mutiara laut selatan.
“Begitu banyak sebenarnya orang yang memakai mutiara di Indonesia, tapi ternyata kebanyakan memakai mutiara air tawar. Kita ingin wanita Indonesia itu memakai mutiara laut selatan. Tentunya kita sebagai wanita Indonesia akan bangga memakai produk dalam negeri kita sendiri,” ucapnya.
Guna menjamin keaslian ISSP yang akan dihadirkan dalam IPF nanti, menurut Ratna, penyelenggara akan menghadirkan Dewan Kurator yang akan menilai mutiara-mutiara tersebut. Mutiara yang akan dipamerkan juga berasal dari beragam kategori dengan beragam harga.
Adapun terkait tema daerah Sulut yang diangkat, Plt. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi Sulut Tienneke Adam menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya terhadap KKP.
“Melalui festival ini kami berharap bisa mengangkat pariwisata kami di sana karena memang Sulawesi Utara saat ini lagi gencar-gencarnya mempromosikan pariwisata Sulawesi Utara, di samping sektor kelautan dan perikanan. Kami akan support 100% untuk kegiatan ini,” yakinnya.
Menteri Edhy menegaskan, pengembangan produksi mutiara di Indonesia memang menghadapi tantangan besar. Namun, meskipun saat ini Indonesia masih menempati negara ke 5 pengekspor mutiara dunia, ia yakin bukan tidak mungkin peringkat ini ditingkatkan dengan perhatian serius dari pemerintah.
Ia berharap kegiatan IPF ini dapat menjadi pendorong semangat daerah-daerah penghasil mutiara di Indonesia.
“Kita harapkan melalui festival ini akan mulai tergerak para pelaku usaha di sektor pembudidayaan ini. Tidak hanya pembudidayaannya, tapi para pelaku usaha sampai ke tingkat akhirnya (pemasaran),” lanjutnya.
“Kementerian Kelautan dan Perikanan akan terus bahu-membahu dengan para pengusaha dan pencinta mutiara untuk terus mengembangkan mutiara Indonesia,” tutupnya.